REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hukum babi menurut syariat Islam adalah haram. Karena itu, seorang Muslim dilarang memakan daging babi, kecuali dalam keadaan terpaksa.
اِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيۡکُمُ الۡمَيۡتَةَ وَالدَّمَ وَلَحۡمَ الۡخِنۡزِيۡرِ وَمَآ اُهِلَّ بِهٖ لِغَيۡرِ اللّٰهِۚ فَمَنِ اضۡطُرَّ غَيۡرَ بَاغٍ وَّلَا عَادٍ فَلَاۤ اِثۡمَ عَلَيۡهِؕ اِنَّ اللّٰهَ غَفُوۡرٌ رَّحِيۡمٌ
"Sesungguhnya Dia hanya mengharamkan atasmu bangkai, darah, daging babi, dan (daging) hewan yang disembelih dengan (menyebut nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa terpaksa (memakannya), bukan karena menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang" (QS al-Baqarah: 173).
Namun, bagaimana jika seorang Muslim bekerja di suatu perusahaan yang melayani konsumsi daging babi, semisal di negara mayoritas non-Muslim?
Pengasuh Rumah Fiqih KH Ahmad Sarwat menjelaskan, daging babi adalah haram dimakan bagi umat Islam. Selain itu, daging babi pun termasuk benda najis level berat (mughalladzah), seperti halnya air liur anjing.
Cara bersuci, bila terkena najis mughalladzah, ialah membasuh dengan air mengalir sebanyak tujuh kali. Salah satunya ditambah dengan tanah.
Dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda, "Sucinya wadah air milik kalian yang diminum anjing adalah dengan mencucinya pakai air tujuh kali, salah satunya dengan tanah" (HR Imam Muslim).
Kiai Ahmad Sarwat menegaskan, semua hukum di atas berlaku untuk kaum Muslimin. Adapun di luar agama Islam, secara status hukum, tidak terikat dengan ketentuan tersebut. Jadi, orang-orang non-Muslim tidak punya beban taklif atas haram dan najisnya babi.
Menurut Kiai Ahmad, seorang Muslim yang bekerja di perusahaan kuliner daging babi dan melayani konsumen yang non-Muslim, tidak berdosa.
"Kalau kita lihat dari sudut pandang keberlakuan suatu hukum, maka seorang Muslim yang bekerja di negeri kafir yang umumnya penduduknya makan babi, tidak berdosa bila bekerja pada bidang yang ada kaitannya dengan babi," ujar Kiai Ahmad, dilansir dari laman Rumah Fiqih.
Akan tetapi, si Muslim tetap haram mengonsumsi daging babi. Saat menyentuh babi pun, ia mesti melakukan thaharah dengan cara membasuh sebanyak tujuh kali dan salah satunya dengan ditambah tanah.