REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) diminta memperketat proses akreditasi lembaga pemeriksa halal, khususnya yang berada di luar negeri. Hal ini muncul sebagai respons atas kasus temuan produk makanan berlabel halal yang ternyata terindikasi mengandung unsur babi.
"BPJPH perlu melakukan akreditasi dan asesmen dengan ketat pada lembaga (pemeriksa halal) di luar negeri sehingga tidak mudah mendapatkan akreditasi," ujar Guru Besar Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof Yuny Erwanto di Yogyakarta, Kamis (24/4/2025).
Dia menilai temuan sembilan produk olahan mengandung babi (porcine), padahal tujuh di antaranya telah bersertifikat halal, merupakan bentuk pelecehan terhadap konsumen Indonesia. Pasalnya label halal seharusnya menjadi jaminan kenyamanan dan keamanan bagi masyarakat dalam memilih produk, bukan justru menimbulkan keresahan.
Selain memperketat akreditasi lembaga pemeriksa halal, dia berharap perusahaan juga harus lebih cermat untuk menerima pasokan bahan produknya. Menurut Yuny, ada beberapa kemungkinan yang menyebabkan produk mengandung babi bisa lolos sertifikasi halal.
Pertama, dia menduga perusahaan mengganti bahan baku yang tidak sesuai dengan yang didaftarkan, kedua; kelalaian lembaga pemeriksa halal luar negeri, atau kemungkinan terakhir, supplier atau pemasok bahan baku ke perusahaan tersebut diduga melakukan penipuan. "Oleh karena itu, kejadian ini sebaiknya ditelusuri dan diaudit sampai jelas sumber masalahnya," kata dia.
Meski demikian, Yuny mengimbau masyarakat tetap tenang dan tidak panik terkait temuan itu. Bila meragukan kandungan suatu produk, dia mengimbau masyarakat segera memeriksakannya ke laboratorium tersertifikasi seperti di UGM atau melalui Balai POM.
"Masyarakat adalah komunitas yang wajib dilindungi dan dilayani negara. Maka perlindungan konsumen adalah tanggung jawab bersama," ujar peneliti Institute for Halal Industry and System (IHIS) UGM ini.
Seperti diberitakan sebelumnya pada Senin (21/4/2025), BPJPH bersama Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengumumkan sebanyak sembilan produk pangan olahan yang mengandung unsur babi, tapi tidak dicantumkan dalam kemasan. Sembilan produk pangan olahan itu meliputi tujuh produk bersertifikat halal tapi mengandung unsur babi, sementara dua lainnya terindikasi tidak memberikan data yang benar dalam registrasi produk.