Jumat 04 Jul 2025 06:17 WIB

Media: Perang Gaza, Israel Kembali Lagi ke Titik Nol di Persimpangan Jalan

Israel terus lakukan serangan intensif di Jalur Gaza.

Warga Palestina membawa karung berisi makanan dan bantuan kemanusiaan di Rafah, Jalur Gaza selatan, Rabu, 11 Juni 2025.
Foto: AP Photo/Abdel Kareem Hana
Warga Palestina membawa karung berisi makanan dan bantuan kemanusiaan di Rafah, Jalur Gaza selatan, Rabu, 11 Juni 2025.

REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV— Dalam sebuah artikel yang diterbitkan di surat kabar Ibrani Yedioth Ahronoth, penulis Israel Michael Milstein menegaskan lebih dari tiga setengah bulan setelah dimulainya kembali agresi ke Jalur Gaza, Israel mendapati dirinya berdiri di persimpangan jalan strategis yang sama dengan yang dihadapinya setahun yang lalu.

Dia menjelaskan, setelah berperang berdarah tanpa hasil yang menentukan, kehilangan tentara, uang dan dukungan internasional, Israel akhirnya menyadari bahwa mereka hanya memiliki satu dari dua pilihan, yang keduanya pahit.

Baca Juga

Dikutip dari Aljazeera, Jumat (4/7/2025) kedua pilihan tersebut yaitu pertama, invasi skala penuh ke Gaza, dengan segala konsekuensinya, atau penyelesaian yang mengakhiri perang dengan imbalan penarikan mundur dan konsesi.

Penulis mencatat bahwa Israel memasuki perang dengan slogan menghancurkan Hamas dan membebaskan para tawanan, namun tidak mencapai kedua tujuan tersebut.

Dia menekankan Hamas masih menjalankan pertempuran dan memegang tampuk kekuasaan di dalam Jalur Gaza. Tidak ada kekacauan di Gaza, seperti yang dipromosikan oleh beberapa pihak Israel.

BACA JUGA: Houthi Tetap 'Kirim' Rudal ke Israel, Amerika Serikat Ancam Bombardir dengan B-2

Tidak ada otoritas alternatif yang lahir dan tekanan militer tidak melunakkan posisi gerakan ini dalam isu tahanan. Bahkan, semua proyek paralel, terutama distribusi bantuan dan mempersenjatai milisi, berkisar dari kegagalan hingga kebingungan.

Dilema yang sama

Israel mengulangi dilema yang sama dengan yang dihadapinya selama kehadirannya di Lebanon selatan sebelum penarikannya pada tahun 2000. Tetap berada dalam rawa berdarah, atau pergi dengan kesepakatan yang tidak memuaskan secara politis.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement