Jumat 27 Jun 2025 23:18 WIB

Tahun Baru Hijrah, 7 Pilar Kebangkitan Komunal, dan 3 Cara Umat Islam Maju

Tahun baru Hijriyah momentum perubahan.

Ilustrasi umat Islam. Tahun baru Hijriyah momentum perubahan.
Foto: Republika/Prayogi
Ilustrasi umat Islam. Tahun baru Hijriyah momentum perubahan.

Oleh : KH Shamsi Ali, cendekiawan Muslim tinggal di New York

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-Umat Islam sejagad kembali memperingati tahun baru kalender Islam (Hijriyah), dari tahun 1446 ke tahun 1447 H. Pergantian tahun sesungguhnya normal dan biasa saja. Karena pergerakan alam semesta terjadi secara alami membawa kepada perubahan. Karenanya perubahan adalah fenomena alam semesta yang tak terhindarkan.

Yang sangat menarik adalah bahwa penanggalan Islam itu dimulai dengan sebuah peristiwa penting dalam sejarah perjalanan Islam yang disebut Hijrah. Hijrah adalah peristiwa perpindahan Rasulullah SAW dari tanah kelahirannya, Makkah al-Mikarromah, ke tanah di mana kelak beliau kembali kepada Rabbnya, Madinah al-Munawwarah.

Baca Juga

Keputusan memulai kalender Islam dengan Hijrah bukan tanpa makna. Bahkan sesungguhnya memiliki makna mendasar dalam kerangka perjuangan dakwah Rasulullah SAW.

Kita pastinya ingat bahwa kebangkitan Dakwah Islam memiliki beberapa tingkatan. Dari kelahiran (milad), kenabian (nubuwah), di perjalankannya beliau di malam hari (Isra Miraj), Hijrah (perpindahan) hingga ke Fathu (penaklukan) Makkah oleh Rasulullah SAW. Pada semua fase itu ada makna dan urgensi tersendiri yang Allah hadirkan dalam proses Kebangkitan Dakwah Rasulullah SAW.

Penanggalan Islam dan identitas Keumatan

Jika Isra dan Miraj menjadi tangga Kebangkitan individual melalui Sholat dan penguatan ruhiyah (spiritualitas) maka Hijrah menjadi pintu bagi Kebangkitan komunal Umat. Hijrah hadir sebagai pembuka bagi kebangkitan dan kemenangan besar (Fathu Makkah) setelah melalui berbagai dinamika dan ujiannya (peperangan-peperangan membela diri).

Hijrah sebagai pintu Kebangkitan kolektif, sekaligus menjadi awal penanggalan Islam, mengajarkan bahwa kebangkitan kolektif itu mengharuskan independensi, termasuk di dalamnya independensi identitas. Dengan penanggalan Hijriyah diharapkan agar umat ini memilki identitas kolektifnya sendiri. Umat ini tidak dibolehkan hanyut dan terwarnai oleh identitàs-identitas orang lain.

Berbicara tentang identitas ini tentu bukan hanya pada tertentu saja. Aspek ritual misalnya. Tapi mencakup seluruh aspek kehidupan manusia. Bahwa umat ini harus memiliki identitasnya secara agama dengan akidah yang jelas, tapi juga secara politik, ekonomi dan sosial.

Umat tidak dibenarkan tercelupi atau terwarnai oleh warna-warni identitas lain yang tidak sejalan dengan prinsip dasar keyakinannya. Ambillah satu contoh, identitas ekonomi Islam bukan kapitalisme dan bukan pula sosialisme. Tapi mengambil porsi keduanya secara imbang.

photo
Infografis Nama-Nama Bulan Kalender Hijriyah - (Infografis Republika)

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement