Senin 05 May 2025 19:31 WIB

Mas Gibran, Bonus Demografi, dan Jalan Keluar Filosofis

Bonus demografi harus disikapi secara serius.

Ilustrasi bonus demografi. Bonus demografi harus disikapi secara serius.
Foto: Antara/Nova Wahyudi
Ilustrasi bonus demografi. Bonus demografi harus disikapi secara serius.

Oleh : DR Otong Sulaeman, Ketua/Rektor STAI Sadra periode 2024-2028

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Beberapa waktu lalu, Mas Wapres—sapaan akrab yang belakangan populer untuk Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka—merilis sebuah video monolog tentang bonus demografi.

Dalam narasinya, Mas Wapres menyerukan optimisme yaitu bahwa Indonesia tengah memasuki masa keemasan, dengan mayoritas penduduk berusia produktif, siap mendorong lompatan ekonomi nasional.

Baca Juga

Namun di balik ajakan itu, banyak anak muda justru menangkap ironi. Optimisme tentang bonus demografi terasa terlalu normatif, sementara realitas sehari-hari berbicara lain.

Di balik gemerlap konten kreatif dan geliat startup, generasi muda Indonesia—terutama Generasi Z—menyimpan kegelisahan mendalam yaitu sulitnya mendapatkan pekerjaan layak, membengkaknya biaya hidup, mimpi memiliki rumah yang terasa utopis, serta ketidakpastian finansial yang membayangi masa depan mereka.

Berbagai ungkapan yang muncul sepert “Indonesia Gelap” atau “Kabur Aja Dulu”, banyak bergaung di kalangan generasi Z, dan semuanya dibingkai oleh kondisi ekonomi yang mencemaskan.

Karena itu, alih-alih menjadi kekuatan, bonus ini berisiko berbalik menjadi beban demografi—ketika generasi produktif tidak mampu terserap ke dalam lapangan kerja berkualitas, tidak memiliki jaminan sosial, dan akhirnya menjadi sumber tekanan sosial dan ekonomi baru.

Sebagaimana disadari banyak pengamat, narasi bonus demografi tanpa perubahan struktural hanya akan memperpanjang mitos, bukan memperbaiki nasib.

BACA JUGA: Ternyata Begini Kondisi Sebenarnya Tentara Israel yang Ditutup-tutupi Selama Perang Gaza

Dalam situasi ini, pemikiran Sayyid Muhammad Baqir al-Sadr dalam salah satu kitab masterpiece-nya Iqtishaduna (Ekonomi Kita) menawarkan bukan sekadar kritik, tetapi jalan keluar filosofis.

Baqir Sadr bukan hanya seorang ekonom visioner melainkan dia adalah seorang ulama Islam yang komprehensif, yang menguasai bidang fikih, filsafat, dan teologi dengan sangat mendalam. Ketajamannya dalam membedah persoalan ekonomi secara filosofis tidak bisa dilepaskan dari kepakarannya dalam filsafat Islam.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement