REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pada 622 M, peristiwa besar terjadi di Yastrib. Ketika itu, penduduk setempat menyambut kedatangan Nabi Muhammad SAW dan kaum Muslimin yang berpindah dari Makkah al-Mukarramah. Sejak saat itu, nama daerah tersebut diganti oleh Rasulullah SAW menjadi Madinah al-Munawwarah. Beliau juga memohon kepada Allah agar ketenteraman dan keberkahan selalu tercurah atas kota ini.
Penduduk Madinah terkenal ramah, berperangai halus, dan berakhlak mulia. Sejak hadirnya Rasul SAW di kota itu, hubungan sosial masyarakat setempat terjalin dengan amat baik. Corak kehidupan mereka jauh dari nuansa keras, berbeda halnya dengan model kehidupan suku-suku Arab di sekitarnya ketika itu.
Bukan tanpa alasan Nabi SAW memilih nama Madinah al-Munawwarah. Seorang cendekiawan Muslim Dr Nurcholish Madjid (Cak Nur) pernah menelaah topik perubahan nomenklatur ini dalam sebuah artikelnya.
Menurut Cak Nur dalam sebuah karyanya, kebijakan Nabi SAW yang mengubah nama kota itu memiliki pemaknaan yang luas dan mendalam. Dengan nama baru itu, beliau hendak meneguhkan perubahan pola kehidupan masyarakat Muslim dan penduduk Jazirah Arab pada umumnya.
Secara kebahasaan, kata madinah berarti 'kota.' Akarnya sama dengan din yang berarti 'agama.' Kedua kata itu berasal dari tiga huruf yang digabungkan, yaitu "d-y-n" (dal-ya'-nun), yang bermakna dasar 'patuh.'
Dengan demikian, lanjut Cak Nur, baik madinah maupun din mengajarkan sikap tunduk-patuh kepada Sang Maha Pencipta. 'Kepatuhan penuh pasrah' kepada Allah, itulah yang dalam bahasa Arab disebut sebagai Islam. Maknanya adalah 'damai' dan sekaligus 'keselamatan.'
Perkataan madinah yang digunakan Nabi SAW untuk mengganti nama Yatsrib menyiratkan semacam deklarasi. Di tempat baru itu, beliau hendak diwujudkan suatu masyarakat yang tunduk dan patuh kepada Allah SWT. Secara sosial dan politik, komunitas itu divisikan teratur atau berperaturan, sebagaimana mestinya sebuah tatanan yang ideal.
"Maka, madinah adalah pola kehidupan sosial yang sopan, yang ditegakkan atas dasar kewajiban dan kesadaran umum untuk patuh kepada peraturan atau hukum. Sistem yang dibangun merujuk kepada pola kehidupan teratur dalam lingkungan masyarakat yang disebut kota,'' tulis pendiri Universitas Paramadina itu.
View this post on Instagram