REPUBLIKA.CO.ID,SEMARANG -- Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang akan mendorong dan mengupayakan agar figur Muhammad Sholeh bin Umar al-Samarani atau lebih dikenal dengan nama Kiai Haji (KH) Sholeh Darat ditetapkan sebagai pahlawan nasional. Dia dinilai telah memberi keteladanan kehidupan dalam penyebaran Islam dan menunjukkan perjuangan melawan penjajah lewat jalur perdamaian.
"Mengutip pidato Ir Soekarno, bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati jasa pahlawannya. Pemerintah Kota Semarang akan berupaya agar KH Sholeh Darat dapat menjadi salah satu pahlawan Indonesia," kata Wakil Wali Kota Semarang Iswar Aminuddin saat memberi sambutan dalam acara Kirab Haul KH Sholeh Darat ke-125 di Lapangan Garnisun Kalisari, Semarang, yang diikuti ratusan santri, Rabu (9/4/2025).
Menurut Iswar, Kiai Sholeh Darat merupakan sosok yang turut membentuk intelektualitas dan keulamaan para tokoh organisasi Islam di Tanah Air. Kiai Sholeh, tambah Iswar, juga menjadi mahaguru dari KH Hasyim Asy'ari (pendiri Nahdlatul Ulama), KH Ahmad Dahlan (pendiri Muhammadiyah), dan Raden Ajeng (RA) Kartini.
"Kita paham bersama, beliau adalah sosok mahaguru dari ulama Nusantara, tidak hanya milik satu golongan tapi milik semua umat Islam yang ada di Nusantara. Banyak hal yang sudah beliau lakukan menjadi teladan bagi kita semua," kata Iswar.

Iswar berpendapat, ilmu serta pengetahuan yang diwariskan Kiai Sholeh Darat masih relevan dijadikan pegangan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Lewat momentum haul, Iswar berharap para santri, khususnya mereka yang berada di Semarang, dapat menjadi penjelajah ilmu dan memiliki kedalaman pengetahuan seperti Kiai Sholeh Darat.
Sementara itu Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kota Semarang KH Anasom yang turut berpartisipasi dalam acara haul mengungkapkan, selain menjadi guru bagi ulama-ulama besar Tanah Air, KH Sholeh Darat juga dikenal karena perlawanan damainya terhadap penjajah.
Dia mengatakan, pada masanya KH Sholeh Darat menerbitkan fatwa yang melarang umat Islam mengenakan pakaian berbau kolonial. "Ketokohan beliau saat itu yakni dengan membuat masyarakat tidak berpakaian seperti yang dipakai orang-orang kolonial, baik itu Inggris maupun Belanda. Jadi agar masyarakat antikolonial, Mbah Sholeh Darat membuat fatwa jangan memakai dasi, jas, hingga jangan memakai celana. Itu salah satu bentuk dari antikolonial," ucap KH Anasom.