Selasa 08 Oct 2019 04:15 WIB

Kitab ini Jadi Rujukan Pendiri NU Cetuskan Resolusi Jihad

Kitab karya KH Sholeh Darat jadi rujukan resolusi jihad.

Rep: Bowo Pribadi / Red: Nashih Nashrullah
Drama Kolosal Resolusi Jihad KH. Hasyim.Asy'ari dalam rangka Hari Santri Nasional (HSN) di Lapangan Trirenggo Bantul, Ahad (21/10).
Foto: Republika/Neni Ridarineni
Drama Kolosal Resolusi Jihad KH. Hasyim.Asy'ari dalam rangka Hari Santri Nasional (HSN) di Lapangan Trirenggo Bantul, Ahad (21/10).

REPUBLIKA.CO.ID, KH Sholeh Darat, lahir di Desa Kedung Jumbleng, Kecamatan Mayong, Kabupaten Jepara pada 1235 Hijriyah (1820) dengan nama lengkap Muhammad Sholeh bin Umar al-Samarani. Ayahnya, Kiai Umar merupakan pejuang kemerdekaan dan kepercayaan Pangeran Diponegoro di pesisir utara Jawa Tengah.

Masa kecil hingga remaja KH Sholeh Darat dihabiskan dengan belajar Alquran serta ilmu agama dari ayahnya. Seperti ilmu nahwu, sharaf, akidah, akhlak, hadis dan fikih. Setelah lepas masa remaja KH Sholeh Darat menimba ilmu ke sejumlah ulama di Jawa maupun ulama di luar negeri.

Baca Juga

Buku ‘Sejarah dan Perjuangan Kyai Sholeh Darat’ mengungkap, dalam mendalami ilmu keislamannya, dimulai dari belajar kitab- kitab fiqih kepada KH M Syahid, di Pesantren Waturoyo, Margoyoso, Kajen, Pati.  

Menurut keturunan KH Sholeh Darat, KH Agus Taufiq mengungkapkan, karena keulamaan dan keilmuannya, sejumlah nama, yang kemudian juga dikenal sebagai tokoh ulama nasional, pun juga belajar kepada KH Sholeh Darat.

Seperti KH Hasyim Asy’ari (pendiri Nahdlatul Ulama) serta KH Ahmad Dahlan (pendiri Muhammadiyah). “Raden Ajeng Kartini merupakan murid KH Sholeh Darat yang berasal dari kalangan di luar kiai,” jelasnya.

KH Sholeh Darat tidak hanya dikenal sebagai ulama besar melalui keilmuan dan karya-karyanya, namun juga ulama pejuang yang mengobarkan ‘perlawanan’ kepada penjajah Belanda di Nusantara.

Hanya saja, sang kiai ini tidak berjuang dengan cara fisik melalui konfrontasi. Namun melawan penjajah Belanda dengan Fatwa. Inilah yang kemudian menjadikan aktivitas KH Sholeh Darat selalu diawasi Belanda.

Takmir Masjid Kyai Sholeh Darat, Drs Khomsin Basri mengungkapkan, KH Sholeh Darat berjuang menggunakan fatwa agama untuk membakar perlawanan rakyat kepada Belanda saat itu.

Melalui fatwa agama ini, rakyat Indonesia diajak untuk berjuang dengan totalitas pikiran dan perbuatan. Yakni dengan menanamkan pemahaman bahwa Belanda merupakan ‘musuh’ agama (Islam).

Sehingga barang siapa yang bekerjasama atau meniru perbuatan kaum Belanda yang kafir, maka hukumnya orang tersebut adalah kafir, murtad dari Islam. “Jadi terhadap orang- orang yang berpakaian seperti belanda (bercelana, jas dan berdasi) pada masa itu, beliau tidak suka,” katanya.

Dalam buku Sejarah dan Perjuangan Kyai Sholeh Darat yang ditulis Abu Malikus Salih Dzahir, cara perlawanan dengan fatwa ini diungkapkan KH Sholeh Darat dengan tegas melalui kitab Majmu’at al-Syariat al-Khafiyah li al-‘Awam.

Bahkan ini juga menjadi inspirasi sekaligus sebagai rujukan bagi KH Hasyim Asy’ari untuk mengeluarkan resolusi jihad Nahdlatul Ulama (NU) agar mempertahankan tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia dan pembakar semangat perlawanan terhadap Sekutu dan NICA pada peristiwa pertempuran 10 November 1945 di Surabaya.        

Tak hanya itu, masih jelas Khomsin, terhadap larangan diterjemahkannya Alquran yang berbahasa Arab tidak mematahkan KH Sholeh darat untuk tetap berdakwah dan mensyiarkan Islam kepada umat.

Yakni dengan strategi menerjemahkan Alquran dengan Arab Pegon. Dengan begitu bentuk perlawanan itu tidak akan bisa diketahui oleh Belanda. Namun dengan diterjemahkan ke dalam bahasa Jawa, umat akan tahu makna dari isi Alquran.

Dari beberapa tafsir tersebut yang pada akhirnya menjadi inspirasi bagi umat (pribumi) untuk melawan kesewenang- wenangan bangsa kolonial ,” kata dia. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement