REPUBLIKA.CO.ID, MAKKAH—Kontroversi telah menyelimuti penampakan bulan di Arab Saudi yang menandakan dimulainya Idul Fitri pertanda berakhirnya bulan puasa Ramadhan.
Beberapa laporan pada Ahad (1/4/2025) menyatakan bahwa kerajaan salah dalam melihat bulan sabit, sesuai dengan kalender lunar Islam, menyatakan Idul Fitri sehari lebih awal dan dengan demikian menawarkan untuk membayar "kafarat" atas nama seluruh warga Arab Saudi.
Namun, belum ada pernyataan resmi dari pihak berwenang Saudi yang mengonfirmasi hal ini. Sementara beberapa negara Arab mengumumkan Idul Fitri jatuh pada Ahad, beberapa negara lainnya mengatakan hari Senin.
Mesir, Yordania, Suriah, dan beberapa negara mayoritas Sunni lainnya tidak mengikuti pengumuman Arab Saudi dan merayakan Idul Fitri pada Senin. Iran yang mayoritas Syiah juga mengumumkan perayaan dimulai pada Senin, begitu juga dengan otoritas agama Ibadi di Oman.
Banyak astronom dan ahli telah menolak gagasan bahwa Idul Fitri dapat berlangsung pada Minggu, dengan mengatakan bahwa tidak mungkin untuk melihat bulan pada Sabtu sebelumnya.
Pusat Astronomi Internasional yang berbasis di Abu Dhabi mengatakan bahwa penampakan bulan pada Sabtu tidak mungkin dilakukan dari belahan bumi bagian timur dengan menggunakan metode apa pun.
Astronom Saudi Bader al-Omaira juga mengatakan kepada Gulf News bahwa penampakan bulan sabit tidak mungkin terjadi, sebagian besar karena gerhana matahari yang terjadi pada Sabtu, yang mana penampakan bulan tidak mungkin terjadi selama beberapa jam.
Imad Ahmed, pendiri New Crescent Society, sebuah kelompok pengamat bulan Muslim di Inggris, mengatakan kepada The New Arab Ahad lalu bahwa ada kesalahpahaman umum bahwa bulan-bulan Islam dimulai pada saat fase bulan baru, namun faktanya, bulan-bulan Islam dimulai pada saat fase bulan sabit yang membesar, yang terjadi setelahnya.
Otoritas keagamaan di beberapa negara Arab mengikuti Arab Saudi - rumah bagi dua tempat tersuci dalam Islam - Makkah dan Madinah - yang mendorong pengguna media sosial untuk percaya bahwa hal ini berarti jutaan umat Islam telah berhenti berpuasa sehari lebih awal.
Pada 2011, ada laporan bahwa pihak berwenang Arab Saudi yang mengamati langit untuk merekam penampakan bulan salah mengira Saturnus sebagai bulan. Hal ini dilaporkan terjadi lagi pada 2019.
BACA JUGA: Konflik Internal Israel Semakin Tajam, Saling Bongkar Aib Antara Ben-Gvir Versus Shin Bet
Kerajaan membantah kedua laporan ini
Seperti banyak topik lainnya dalam Islam, masalah seputar penampakan bulan dan apa yang dimaksud dengan awal Idul Fitri - atau perayaan terpenting dalam Islam, Idul Adha - sering kali menjadi perdebatan dan interpretasi yang berbeda.
Beberapa negara menggunakan perhitungan astronomi dan teknologi seperti teleskop, sementara negara lain bersikeras bahwa bulan harus dilihat dengan mata telanjang.