REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kebudayaan Islam memiliki peran strategis dalam membentuk karakter bangsa, terutama di tengah arus globalisasi yang semakin tak terbendung. Sebab itu, nilai-nilai Islam harus terus diinternalisasi dalam sistem pendidikan agar tercipta generasi yang jujur, sabar, dan menghormati sesama.
“Dengan kebudayaan Islam, kita bisa membangun masyarakat yang lebih harmonis dan saling tolong-menolong,” kata Ketua Umum DPP Pengajian Al-Hidayah, Hetifah Sjaifudian, dalam siaran pers, Senin (24/3/2025).
Hal itu ia sampaikan dalam dialog kebudayaan bertajuk "Kebudayaan Islam dan Pendidikan: Membangun Generasi yang Beriman dan Berbudaya". Kegiatan itu diselenggarakan DPP Pengajian Al Hidayah.
Ketua panitia acara, Rita Fitria, dalam laporannya menyampaikan pentingnya sinergi antara pendidikan dan kebudayaan Islam untuk menghadapi tantangan zaman. Dewan Penasehat DPP Pengajian Al-Hidayah, Sri Suparni Bahlil menekankan, pendidikan bukan sekadar transfer ilmu, tetapi juga membangun jati diri yang berakar pada nilai-nilai luhur.
“Sebagaimana dikatakan Bung Karno, ‘Kita harus mendidik anak-anak kita agar mereka menjadi manusia yang berbudaya, berkarakter, dan berpikiran merdeka’,” ujarnya.
Diskusi utama dipandu oleh Kartini, dengan narasumber Itje Chodidjah. Dalam pemaparannya, Itje menyoroti pentingnya kolaborasi antara sekolah dan keluarga dalam menanamkan nilai-nilai budaya. Ia juga menekankan pentingnya menjaga wibawa guru di mata anak-anak.
"Jangan pernah membicarakan kekurangan guru di depan anak, karena itu akan mengurangi kepercayaan mereka pada pendidik,” jelasnya.
Acara dilanjutkan dengan buka puasa bersama, shalat magrib berjamaah, dan makan malam. Sebagai penutup, seluruh peserta dan panitia melakukan sesi foto bersama, mengabadikan momen dalam suasana kebersamaan dan refleksi akan pentingnya kebudayaan Islam dalam membentuk karakter bangsa.