Rabu 19 Mar 2025 03:50 WIB

Ramadhan Berhalangan, Itikaf Bisa Diqadha Lain Waktu Seperti Sunah Nabi, Benarkah?

Jumhur ulama mengatakan tak wajib meng qadha itikaf tetapi sunah.

Ratusan peserta itikaf mendirikan tenda untuk mengikuti itikaf 10 Malam Terakhir Ramadhan 1445 H di Masjid Raya Habiburrahman PTDI, Kota Bandung, Jawa Barat, Ahad (31/3/2024). Dalam kegiatan untuk meraih keutamaan malam lailatul qadar ini, peserta melaksanakan berbagai kegiatan ibadah khususnya membaca Alquran. Acara berlangsung dari 31 Maret hingga 9 April 2024.
Foto: Edi Yusuf/Republika
Ratusan peserta itikaf mendirikan tenda untuk mengikuti itikaf 10 Malam Terakhir Ramadhan 1445 H di Masjid Raya Habiburrahman PTDI, Kota Bandung, Jawa Barat, Ahad (31/3/2024). Dalam kegiatan untuk meraih keutamaan malam lailatul qadar ini, peserta melaksanakan berbagai kegiatan ibadah khususnya membaca Alquran. Acara berlangsung dari 31 Maret hingga 9 April 2024.

REPUBLIKA.CO.ID, Itikaf adalah berdiam diri di dalam masjid dengan niat untuk beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Itikaf hukumnya sunah dan sangat dianjurkan oleh Rasulullah SAW, terutama pada sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan.

Meski demikian, adakalanya kita terhalang untuk melaksanakan sunah tersebut. Lantas, bisakah kita mengganti itikaf tersebut pada bulan lainnya? Dikutip dari Pusat Data Republika, Ustaz Bachtiar Natsir menjelaskan sebuah hadits yang bersumber dari Aisyah Ra. Diriwayatkan bahwa Nabi SAW selalu beritikaf pada sepuluh hari terakhir Ramadhan sampai Allah SWT mewafatkannya. Kemudian istri-istri beliau beritikaf setelahnya. (HR. Bukhari dan Muslim).

Baca Juga

Sebagai ibadah sunah, maka jika telah berniat untuk itikaf pada 10 hari terakhir bulan Ramadhan, namun terhalang sehingga kita tidak sempat melakukannya atau sudah memulai namun terhalang sehingga kita tidak dapat menyelesaikannya hingga akhir Ramadhan, maka menurut jumhur ulama dari kalangan mazhab Syafi’i, mazhab Hanbali, dan salah satu pendapat dalam mazhab Hanafi tidak diwajibkan untuk mengqadhanya, tetapi disunahkan.

 

Hal itu berdasarkan hadits Nabi SAW.Dari Aisyah ra. ia berkata, “Rasulullah SAW selalu beriktikaf tiap bulan Ramadhan, apabila beliau selesai dari sholat Subuh, maka beliau ma suk ke tempat itikaf beliau.” Berkata perawi, “Kemudian Aisyah meminta izin kepada be liau untuk beriktikaf, Rasulullah SAW mengizinkannya. Kemudian Aisyah membuat kemah di tem pat tersebut. Hafshah mendengarnya, kemudian dia pun membuat kemah. Zainab juga mendengarnya, dia pun membuat kemah. Ketika Rasulullah SAW selesai dari sholat Subuh, beliau melihat 4 kemah, kemudian ber ka ta, “Apa ini?” Beliau dikabarkan apa yang tengah terjadi, lalu berkata, “Apa yang membuat mereka melaku kan hal ini? Lepaskanlah hing ga aku tidak melihatnya.” Kemudian kemah-kemah itu dilepas dan beliau tidak beritikaf pada bulan Ramadhan tahun itu sehingga beliau beritikaf pada 10 hari terakhir bulan Syawal.” (HR. Bukhari).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement