REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Riwayat penjajahan Belanda atas Indonesia mungkin akan sama sekali berbeda bila tiada peran Christiaan Snouck Hurgronje. Orientalis ini membawa kebaruan bagi metode kolonial dalam menaklukkan Nusantara.
Menurut Jajat Burhanudin dalam Ulama dan Kekuasaan (2012), Christiaan Snouck Hurgronje adalah sarjana pertama yang mengkritik kebijakan Belanda yang membatasi jamaah haji asal Nusantara.
“Maka saya berani menganjurkan dengan sungguh-sungguh agar mereka yang mau naik haji, jika tidak ada keberatan khusus lainnya yang menghalangi niatnya, hendaknya diberi paspor yang mereka minta,” demikian guru besar Universitas Leiden tersebut.
Dalam karyanya, Mekka, sosok berhaluan liberal itu menuliskan pengamatannya terhadap komunitas Jawi (Nusantara) di Tanah Suci. Snouck Hurgronje berpendapat, jamaah haji, pelajar, dan pengikut tarekat asal Nusantra selama berada di Makkah tak menunjukkan tanda-tanda “fanatisme.” Mereka hanya mewakili suatu jaringan intelektual antara Nusantara dan jantung dunia Islam.
Berbeda halnya dengan kalangan yang disebutnya “kaum fanatik.” Menurut Christiaan, mereka dipengaruhi ideologi jihad. Baginya, inilah akar bahaya. Sebab, ideologi tersebut membuat masyarakat Pribumi menentang pemerintah kolonial. Pengamatan langsung atas Perang Aceh semakin menguatkan pandangannya itu.

Cegah Islam Politik
Sebagai ilmuwan yang dididik dalam lingkungan kampus liberal, Christiaan menganggap peradaban Barat sekular sebagai puncak evolusi kebudayaan umat manusia. Alhasil, segala peradaban lain, termasuk Islam, harus tunduk. Ideologi jihad, lanjut dia, adalah kendala yang mesti dilenyapkan.