Rabu 05 Mar 2025 11:38 WIB

Langgar Keputusan Organisasi Soal PSN PIK 2, MUI Pecat Ketua Bidang Infokom MUI Banten

Ketua Bidang Infokom MUI Banten dinyatakan melanggar.

Rep: Muhyiddin / Red: Nashih Nashrullah
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Hubungan Luar Negeri Sudarnoto Abdul Hakim, menyatakan Ketua Bidang Infokom MUI Banten dinyatakan melanggar.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Hubungan Luar Negeri Sudarnoto Abdul Hakim, menyatakan Ketua Bidang Infokom MUI Banten dinyatakan melanggar.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Mahkamah Kehormatan (MK) Majelis Ulama Indonesia (MUI) menangani kasus pertamanya setelah terbentuk. Kasus ini berkaitan dengan dugaan pelanggaran kode etik oleh Ketua Bidang Infokom MUI Banten yang diduga menyebarkan pernyataan kontroversial mengenai dukungan MUI terhadap Proyek Strategis Nasional (PSN) PIK 2.

Anggota MK MUI yang juga Ketua MUI Bidang Hubungan Luar Negeri dan Kerjasama Internasional (HLNKI), Prof Sudarnoto Abdul Hakim, menyampaikan bahwa Mahkamah Kehormatan MUI Banten dibentuk berdasarkan surat tugas dan Surat Keputusan (SK) yang telah dikeluarkan.

Baca Juga

“Kami, Mahkamah Kehormatan, telah melaksanakan dua kali pertemuan. Pertemuan pertama membahas penyamaan pemahaman tentang PO Kode Etik, karena itu menjadi dasar kerja kami. Pertemuan kedua bertujuan untuk tabayun dengan mengundang beberapa pihak terkait,” kata dia dikutip dari laman resmi MUI, di Jakarta, Rabu (5/2/2025).

Proses tabayun ini melibatkan Ketua Dewan Kehormatan MUI Banten, anggota, Sekretaris Umum, Wakil Ketua Umum MUI Banten, serta pihak yang menjadi fokus penyelidikan.

Prof Sudarnoto menjelaskan keputusan yang diambil didasarkan pada berbagai bukti, termasuk dokumen, pemberitaan media, serta rekaman pernyataan yang beredar. Hasilnya, Mahkamah Kehormatan menemukan bahwa Ketua Bidang Infokom MUI Banten terbukti melanggar kode etik.

Yang bersangkutan dinyatakan menyalahi kesepakatan organisasi yaitu keputusan Musyawarah Kerja Nasional Khusus terkait PIK 2 dan PSN yang dianggap menzalimi masyarakat.

“Oleh karena itu, sidang memutuskan secara bulat bahwa yang bersangkutan bersalah dan melanggar kode etik. Dan karena itu, keputusannya adalah yang bersangkutan diberhentikan dari MUI. Ini keputusan yang sangat baik karena masyarakat menjadi percaya, menjadi confident bahwa MUI tidak melakukan itu,” ujar Prof. Sudarnoto.

Sementara itu, Mahkamah Kehormatan Etik yang baru dibentuk ini langsung menghadapi kasus krusial yang menyangkut marwah dan kewibawaan MUI.

Dia menegaskan Mahkamah Kehormatan baru dibentuk, ini kasus pertama. Kasus pertama semenjak PO di-SK-kan, kemudian kasus pertama yang ditangani melalui mekanisme PO. Karena memang begitu disahkan, tidak ada kasus.

“Tiba-tiba kasus ini cukup krusial, sangat kritis, dan menyangkut tentang kewibawaan, marwah, atau nama baik Majelis Ulama Indonesia,” jelasnya.

Lebih lanjut, Prof Sudarnoto berharap tidak ada lagi kasus serupa yang mencoreng nama baik MUI. Jika tidak ada kasus lagi, maka MK MUI tentu akan dibubarkan selama tidak ada kasus besar. Jika kasus besar dan krusial, MK MUI ini akan kembali difungsingkan. “Kalau kasusnya besar, menyangkut nama baik, menyangkut lembaga, itu dilakukan melalui mekanisme itu,” ujarnya.

BACA JUGA: Mengapa Malaysia, Singapura, dan Brunei Puasa Besok Meski Dekat dengan RI? Ini Kata Menag

Terkait pelanggaran etik dan kejahatan, dia menjelaskan bahwa keduanya memiliki mekanisme penyelesaian yang berbeda. Selain pelanggaran etik juga terdapat pelanggaran tindak kriminal yang ditangani bukan melalui MK MUI, melainkan proses hukum.

“Mudah-mudahan tidak akan pernah terjadi. Kalau ini menyangkut kejahatan selama dalam pemeriksaan, MUI bisa menonaktifkan supaya prosesnya lancar dan supaya juga nanti nama MUI gak diseret-seret ketika melakukan proses-proses hukum,” kata dia.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement