REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Salah seorang tokoh tasawuf yang masyhur dalam sejarah Islam ialah Imam Syaqiq al-Balkhi. Secara nasab, sufi tersebut sesungguhnya adalah anak seorang hartawan. Alih-alih terjun dalam kesibukan berdagang dan meraih keuntungan materiel, ia pada masa dewasanya memilih jalan salik.
Kecenderungannya pada tasawuf bermula dari ekspedisi niaga yang ditempuhnya. Saat masih berusia muda, Syaqiq al-Balkhi bepergian menuju ke Anatolia (Turki). Sebelum sampai ke kota tujuannya berbisnis, ia terlebih dahulu singgah di sebuah daerah di Syam.
Didorong rasa penasaran, Syaqiq lantas memasuki sebuah kuil setempat. Area itu adalah tempat penduduk lokal melakukan ritual-ritual penyembahan berhala.
Di dalamnya, Syaqiq menemukan banyak sekali patung berwujud manusia. Di depan patung-patung itu, tampak puluhan pendeta yang berkepala botak dan tidak berjanggut. Mereka dengan khusyuknya bersujud pada benda-benda tak bernyawa itu.
Syaqiq lalu menghampiri seorang dari mereka dan berkata, "Untuk apa engkau bersujud pada berhala? Padahal, semua manusia diciptakan oleh Zat Yang Mahahidup, Maha Mengetahui, Mahakuasa."
Melihat si pendeta hanya diam, Syaqiq melanjutkan perkataannya.
"Sembahlah Allah. Jangan menyembah patung-patung yang tidak memberikan manfaat ataupun mudarat kepadamu!"
Akhirnya, si pendeta menjawabnya dengan tenang, "Kalau benar bahwa Tuhan yang engkau sebut itu Mahakuasa, memberikan rezeki dan sebagainya kepadamu, mengapa engkau ada di negeri kami sekarang? Apakah Tuhanmu tidak menjamin rezeki bagimu di negerimu sendiri?"
Mendengar jawaban itu, Syaqiq terkejut. Saat melangkah keluar dari kuil tersebut, hatinya seperti terguncang.
Baru kali ini ia menyadari, bahwa dirinya terlalu mengejar dunia. Lalai dari mengingat Allah.
Sejak saat itu, Syaqiq berupaya zuhud terhadap dunia. Ia mulai menyelami dunia tasawuf seutuhnya.
View this post on Instagram
Budak ceria