Kamis 26 Dec 2024 13:33 WIB

Bahaya Utang dan Pandangan Islam terhadap Orang yang Meninggal dalam Keadaan Berutang

Utang adalah salah satu fenomena yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia.

Dewan Pembina Rumah Zakat Utang Yayan Somantri mengatakan salah satu fenomena yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia.
Foto: Rumah Zakat
Dewan Pembina Rumah Zakat Utang Yayan Somantri mengatakan salah satu fenomena yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: H Yayan Somantri, Dewan Pembina Rumah Zakat

Utang adalah salah satu fenomena yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Dalam kondisi tertentu, utang dapat menjadi solusi, seperti untuk memenuhi kebutuhan mendesak. Namun, Islam menekankan bahwa utang harus dikelola dengan bijaksana agar tidak menjadi beban yang menjerumuskan.

Baca Juga

Bahaya utang sangat nyata dalam kehidupan sehari-hari. Kemudahan akses terhadap aplikasi pinjaman online, tawaran kredit instan, hingga program cicilan kerap membuat masyarakat tergoda untuk berutang tanpa memikirkan kemampuan membayar, berdasarkan Studi Lembaga Perlindungan Konsumen (2023) menemukan bahwa rata-rata bunga pinjaman online mencapai 0.8 persen per hari atau setara dengan 292 persen per tahun.

Minimnya literasi keuangan memperburuk situasi ini. Tak jarang, seseorang terjebak dalam lingkaran utang yang sulit dilepaskan, yang akhirnya berdampak pada kehidupan sosial, mental, dan spiritual.

Dalam Islam, utang adalah tanggung jawab yang berat. Rasulullah SAW bersabda, “Setiap dosa orang yang mati syahid akan diampuni kecuali utang” (HR. Muslim). Hadis ini menunjukkan betapa seriusnya Islam memandang utang. Bahkan, dalam riwayat lain, Rasulullah SAW enggan menshalatkan jenazah yang masih memiliki utang hingga utangnya dilunasi. Sebagaimana disebutkan dalam hadis riwayat Bukhari, Rasulullah SAW bersabda, …“beliau bertanya, “Apakah dia memiliki hutang?” Mereka menjawab, “Ada tiga dinar.”

Beliau berkata, “Shalatkanlah sahabat kalian ini.” Lantas Abu Qotadah berkata, “Wahai Rasulullah, shalatkanlah dia. Biar aku saja yang menanggung utangnya.”Kemudian beliau pun menyolatinya.” (HR Bukhari no. 2289).” Hal ini menjadi pengingat tanggung jawab finansial terhadap sesama manusia tidak boleh diremehkan.

Islam mengajarkan untuk menghindari kebiasaan berutang. Dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW berdoa, “Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari dosa dan utang.” Ketika ditanya alasan beliau sering memohon demikian, beliau menjawab, “Karena seseorang yang berutang, ketika berbicara, ia sering berdusta, dan ketika berjanji, ia sering mengingkari” (HR Bukhari).

Oleh karena itu, penting bagi umat Islam untuk meningkatkan literasi keuangan dan mengelola kebutuhan secara bijaksana. Hindari utang kecuali dalam keadaan darurat yang benar-benar diperlukan. Bagi yang memiliki utang, berusahalah untuk segera melunasinya agar tidak menjadi beban di dunia maupun akhirat.

Sebagai komunitas, umat Islam juga dianjurkan membantu sesama yang kesulitan melunasi utang, sehingga tercipta masyarakat yang lebih harmonis dan bertanggung jawab. Terutama bagi mereka yang miskin dan tidak mampu melunasi utang, karena Islam memberikan solusi melalui zakat. Salah satu golongan penerima zakat adalah gharimin, sebagaimana disebutkan dalam Alquran surah At-Taubah ayat 60.

Gharimin adalah orang-orang yang terlilit utang untuk kebutuhan mendesak atau dalam rangka membantu orang lain, namun tidak memiliki kemampuan untuk melunasinya. Dengan pengelolaan zakat yang tepat, umat Islam dapat meringankan beban masyarakat miskin yang terlilit utang. Ini menjadi bentuk solidaritas sosial yang diajarkan Islam, di mana zakat tidak hanya berfungsi sebagai ibadah individual, tetapi juga sebagai solusi nyata untuk mengatasi kesenjangan ekonomi dan membantu mereka yang membutuhkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement