REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pada tahun kelima sejak kenabian Muhammad SAW, suatu peristiwa terjadi. Dalam bulan Ramadhan, Nabi Muhammad SAW keluar dari Masjidil Haram. Tanpa sengaja, beliau kemudian berpapasan dengan beberapa tokoh musyrikin Makkah.
Rasulullah SAW menyampaikan pesan-pesan dakwah kepada mereka. Beliau juga membacakan Alquran, yakni beberapa ayat surah an-Najm. Betapa terpesonanya para pembesar Quraisy itu mendengar bacaan Kalamullah.
Memang, kaum elite Arab kala itu biasanya sangat peka pada estetika bahasa. Dan, tidak ada yang dapat mengalahkan keindahan bahasa Alquran.
Rasulullah SAW membacakan ayat ke-62 dari surah an-Najm. Artinya, “Maka bersujudlah kepada Allah dan sembahlah (Dia).” Itu termasuk ayat sajadah.
Nabi SAW pun bersujud. Ternyata, gerakan itu diikuti orang-orang musyrik yang tadi menyimak pembacaan surah.
Dalam keadaan demikian, datanglah segerombolan orang Quraisy. Mereka terkejut saat mendapati kawan-kawannya itu sedang bersujud, mengikuti gerakan sujud Nabi SAW.
Seseorang dari gerombolan musyrik itu membentak temannya yang bersujud mengikuti Muhammad SAW.
"Mengapa kalian ikut bersujud!? Kalau Muhammad sedang membacakan sesuatu, mestinya kalian buat keributan agar orang-orang teralihkan (dari mendengarkan Alquran),” begitu katanya.
Tak lama kemudian, turunlah wahyu kepada Nabi Muhammad SAW. Wahyu itu adalah Alquran surah Fussilat ayat 26.
Artinya, “Dan orang-orang yang kafir berkata, ‘Janganlah kamu mendengarkan (bacaan) Alquran ini dan buatlah kegaduhan terhadapnya agar kamu dapat mengalahkan (mereka).’”
Disinformasi