Senin 16 Dec 2024 16:02 WIB

Perkembangan Dakwah Semakin Semarak, Mengapa Buta Huruf Alquran Masih 72 Persen?

Kemenag berkomitmen berantas buta huruf Alquran.

Rep: Fuji Eka Permana/ Red: Erdy Nasrul
Peserta disabilitas netra tampil pada lomba MMQ Alquran Braille pada Kontes Juara Anak Sholeh (KOAS) 2024 di Aula Timur, Gedung Sate, Kota Bandung, Jawa Barat, Rabu (3/4/2024). Dalam acara tersebut digelar sejumlah lomba seperti tahfidz juz 30, lomba adzan, lomba pidato/dai cilik, dan lomba MMQ Alquran Braille. KOAS diikuti oleh peserta berbakat dari berbagai penjuru Jabar.
Foto: Edi Yusuf/Republika
Peserta disabilitas netra tampil pada lomba MMQ Alquran Braille pada Kontes Juara Anak Sholeh (KOAS) 2024 di Aula Timur, Gedung Sate, Kota Bandung, Jawa Barat, Rabu (3/4/2024). Dalam acara tersebut digelar sejumlah lomba seperti tahfidz juz 30, lomba adzan, lomba pidato/dai cilik, dan lomba MMQ Alquran Braille. KOAS diikuti oleh peserta berbakat dari berbagai penjuru Jabar.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Agama (Menag) Prof KH Nasaruddin Umar mengungkapkan berdasarkan hasil penelitian Institut Ilmu Alquran (IIQ) Jakarta yang melibatkan 3.111 responden di 25 provinsi, disimpulkan bahwa 72,25 persen Muslim di Indonesia itu masih buta huruf Alquran.

Menanggapi hal tersebut, Ustaz Ahmad Zuhdi mengatakan, kalau dilihat perkembangan dakwah di Indonesia saat ini semakin semarak dan masif dengan berbagai tipologi. Pertama, ada ustaz yang solo karir seperti Ustaz Abdul Somad (UAS), Ustaz Das'ad Latif, dan sebagainya yang tidak terikat dengan jamiyah atau organisasi.

Baca Juga

Kedua, dakwah berbasis komunitas seperti Gus Baha, Ustaz Khalid Basalamah dan sebagainya. Ketiga, asatidz yang berlatar belakang ormas seperti Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, Persis, dan sebagainya.

"Tetapi pertanyaan mendasarnya, mengapa dakwah semakin berkembang, tetapi justru angka buta huruf Alquran malah semakin meningkat," kata Ustaz Zuhdi kepada Republika, Senin (16/12)

Menurut Ustaz Zuhdi, perlu mengevaluasi dakwah yang selama ini sudah dilakukan. Efektivitasnya seperti apa, itu tentu harus ada tolok ukur. Perlu ada road map dan grafik perkembangan dakwah dari tahun ke tahun, dan based on data.

photo
Santriwati membaca Alquran braile di area Pesantren Tahfidz Tuna Netra Mahad Saman Darushudur, Cimenyan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Kamis (30/3/2023). Sebanyak 27 santri tuna netra mengikuti pesantren tahfidz Alquran dengan metode pembelajaran menggunakan bunyi-bunyian serta hafalan Alquran selama Bulan Suci Ramadhan 1444 H. - (ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA)

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement