Senin 02 Dec 2024 06:00 WIB
Lipsus Hari Disabilitas Internasional 2024

Sejarah Alquran Braille di Indonesia: Dari Mushaf Hingga Iqra

LPMQ sedang proses menyusun Tajwid Alquran Braille.

Rep: Fuji EP/ Red: A.Syalaby Ichsan
Kepala Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Quran (LPMQ) Abdul Aziz Sidqi menunjukkan Alquran Braille standar Indonesia di Gedung Bayt Alquran dan Museum Istiqlal, Selasa (26/11/2024).
Foto: Republika/ Fuji E Permana
Kepala Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Quran (LPMQ) Abdul Aziz Sidqi menunjukkan Alquran Braille standar Indonesia di Gedung Bayt Alquran dan Museum Istiqlal, Selasa (26/11/2024).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Alquran standar braille adalah Alquran yang ditulis menggunakan simbol braille, sejenis tulisan yang digunakan oleh para disabilitas netra atau orang-orang yang menderita gangguan penglihatan (visually impaired people). Sejarah lahirnya Alquran Braille di Indonesia dimulai sejak tahun 1970-an.

Sejak tahun 70-an, Lajnah Pentashihan Mushaf Alquran (LPMQ) Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI sudah berencana untuk membuat Alquran Braille. Tepatnya pada tahun 1974 digelar Musyawarah Kerja Ulama Alquran Nasional Ke-1, di antara yang dibahas adalah membuat Alquran standar braille untuk teman-teman tunanetra.

Baca Juga

Kepala LPMQ Abdul Aziz Sidqi mengatakan, pada tahun 1974 sampai 1983, LPMQ menyusun mushaf Alquran standar Indonesia. "Mushaf Alquran standar Indonesia itu untuk orang awas yakni orang yang bisa melihat dan untuk teman-teman tunanetra yakni Alquran Braille," kata Aziz saat berbincang dengan Republika di Gedung Bayt Alquran dan Museum Istiqlal, Selasa (26/11/2024).

Ia menyampaikan, LPMQ menyusun mushaf Alquran Braille sejak tahun 1974 sampai 1983. LPMQ juga menstandarkan huruf-huruf Alquran braille dan lain sebagainya dari huruf 'alif' sampai 'ya'.

Tanda baca huruf-huruf tersebut juga disusun seperti harakat, fathah, kasroh, dhammah, sukun dan lain sebagainya distandarkan. "Semua kami standarkan agar teman-teman disabilitas netra itu bisa membaca Alquran dengan baik dan tenang," ujar Aziz.

Master mushaf Alquran braille hasil Musyawarah Kerja Ulama Alquran Nasional dari tahun 1974-983 selanjutnya dicetak dan disahkan dengan Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 25 Tahun 1984. Merujuk pada KMA Nomor 25 Tahun 1984, mushaf Alquran standar memiliki tiga jenis berdasarkan segmennya. Di antaranya, mushaf standar Usmani untuk orang awas, Bahriah untuk para penghafal Alquran dan Braille untuk disabilitas netra.

KMA tersebut dikuatkan dengan Instruksi Menteri Agama (IMA) Nomor 7 Tahun 1984 tentang penggunaan mushaf Alquran standar sebagai pedoman dalam mentashih Alquran di Indonesia. "Nah, setelah master (mushaf Alquran braille dibuat) ini dicetak oleh masyarakat, oleh komunitas-komunitas, oleh lembaga, oleh yayasan yang ada di masyarakat kemudian disebarkan, jadi siapa pun boleh meminta masternya ke LPMQ," jelas Kepala LPMQ ini.

Pada 2010, dia mengungkapkan, LPMQ melakukan pengembangan. Lembaga yang berada di bawah Kementerian Agama tersebut bekerja sama dengan para ahli braille, komunitas, yayasan dan lembaga yang bergerak di bidang braille untuk menyusun pedoman membaca Alquran Braille yang selesai pada tahun 2011. Program tersebut dilanjutkan dengan penyusunan Alquran Braille 30 Juz dan terjemahannya yang selesai pada 2013.

"Inilah proses kami (LPMQ) melayani teman-teman disabilitas netra ini, kemudian sampai tahun 2021 karena ada perkembangan baru lagi terkait dengan pedoman membaca Alquran Braille, ada beberapa yang harus disempurnakan terkait tanda baca Alquran Braille," ujar Aziz.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement