REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Secara kebahasaan, silaturahim merupakan gabungan dari kata shilah yang berarti ‘hubungan’ dan rahim, ‘kerabat.’ Dengan demikian, istilah ini dapat dimaknai sebagai ‘hubungan persaudaraan atau kekerabatan.’
Kata rahim juga mengingatkan pada salah satu sifat Allah SWT, yakni Mahapenyayang (ar-Rahiim). Nabi Muhammad SAW bersabda dalam sebuah hadis, “Ar-rahim itu tergantung di Arsy. Ia berkata, 'Barangsiapa yang menyambungku, maka Allah akan menyambungnya. Dan barangsiapa yang memutusku, maka Allah akan memutus hubungan dengannya’” (muttafaqun ‘alaih).
Berdasarkan sabda Rasulullah SAW tersebut, umat Islam sudah semestinya menjaga silaturahim. Beliau sendiri telah memberikan suri teladan tentang merawat hubungan baik. Salah satu anjurannya ialah terus berbuat baik kepada orang-orang, termasuk yang memutus tali silaturahim.
Berikut ini adalah beberapa keutamaan memelihara silaturahim menurut ajaran Islam.
Pertolongan Allah
Seperti diriwayatkan Abu Hurairah, suatu hari ada seorang laki-laki yang bertanya kepada Nabi SAW. “Wahai Rasulullah,” katanya, “sungguh aku memiliki keluarga dekat yang biasa kuhubungi, tetapi mereka memutuskan tali kekerabatannya denganku. Aku biasa berbuat baik kepada mereka, tetapi mereka jahat kepadaku. Aku juga bersabar terhadap tindakan mereka, tetapi mereka tidak memedulikanku.”
Rasulullah SAW bersabda, “Jika keadaannya seperti yang engkau katakan, maka seolah-olah menyuapi mereka dengan pasir yang panas. Engkau senantiasa akan mendapat bantuan dari Allah dalam menghadapi mereka selama dalam keadaan demikian” (HR Muslim)
Makna sabda Nabi SAW, tusiffuhumul malla atau “menyuapi mereka dengan pasir panas”, itu disebabkan dosa yang mereka dapatkan karena perbuatan mereka. Adapun zhahiirun bermakna lelaki tadi insya Allah akan mendapatkan pertolongan dari Allah dalam menghadapi mereka dan menolak gangguan mereka.
Panjang umur