REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dengan pandangan mata yang nanar Guru Besar Universitas Islam Gaza, Profesor Mahmoud H. Anbar, menceritakan kondisi di Jalur Gaza saat ini yang sangat mengenaskan.
Akademisi itu menceritakan betapa tempatnya bekerja sudah luluh lantak akibat serangan tentara zionis Israel yang menjajah Palestina secara brutal.
Target zionis bukan hanya kelompok perjuangan, nyatanya tentara menyerang anak-anak, perempuan, tempat tinggal sipil, sekolah, bahkan rumah sakit.
Mahmoud menjadi saksi hidup bahwa rakyat Palestina dibuat sengsara, dan disiksa secara keji. Dia mengungkap betapa negaranya berubah menjadi porak poranda akibat penjajahan zionis yang semakin biadab sejak Operasi Badai Al Aqsa yang diklaim dilakukan oleh kelompok pejuang Palestina, Hamas, pada 7 Oktober tahun lalu.
Bahkan setahun setelahnya, kekejaman Israel semakin menjadi-jadi dengan alasan ingin membersihkan Hamas hingga ke akar rumput dan mencari sejumlah tawanan yang diklaim dibawa oleh kelompok tersebut.
Sementara jumlah masyarakat Palestina yang ditawan oleh penjajah pimpinan Benjamin Netanyahu menurut data di laman Pusat Informasi HAM Israel mencapai 9.440 warga Palestina pada Juni 2024.
Namun menurut data pemerintah Palestina, sejak Oktober 2023 hingga November 2024, sebanyak 11.600 warga Palestina dari Tepi Barat ditahan dalam penjara Israel.
Mahmoud menceritakan dirinya dan keluarga keluar dari Gaza ketika pintu perbatasan Palestina-Mesir di Raffah belum ditutup. Untuk mengungsi pun dia membutuhkan biaya yang cukup besar hingga puluhan juta rupiah.
Dia hanya bisa meratapi nasib tempat kelahirannya saat ini yang hancur lebur dibombardir oleh zionis.
Indonesia pun dipuji Mahmoud bahwa negara Asia Tenggara itu begitu terkenal di antara masyarakatnya.
Warga Palestina telah mengenal Indonesia sejak zaman kemerdekaan RI dan hingga saat ini Indonesia terus bersuara lantang memperjuangkan kedaulatan negaranya.
Sikap Indonesia