REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ilmu pengetahuan sangat menentukan kesuksesan dan kebahagiaan seseorang. Dengan ilmu, harkat dan martabat seseorang bisa terangkat. Dan, dengan ilmu pula seseorang mudah melakukan perubahan hidupnya ke arah yang lebih baik.
وَاِذَا قِيۡلَ انْشُزُوۡا فَانْشُزُوۡا يَرۡفَعِ اللّٰهُ الَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡا مِنۡكُمۡ ۙ وَالَّذِيۡنَ اُوۡتُوا الۡعِلۡمَ دَرَجٰتٍ ؕ وَاللّٰهُ بِمَا تَعۡمَلُوۡنَ خَبِيۡرٌ
"Dan apabila dikatakan, "Berdirilah kamu," maka berdirilah, niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan Allah Mahateliti apa yang kamu kerjakan" (QS al-Mujadilah: 11).
Rasulullah SAW pun menegaskan bahwa ilmu menjadi syarat utama untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Akan tetapi, tidak semua orang yang telah memperoleh ilmu mampu memeliharanya.
Akibatnya, mereka termasuk kepada kelompok orang-orang yang lupa (ghafilun). Lupa yang dimaksud bisa dalam dua hal.
Pertama, lupa dalam bentuk ingatan sehingga apa yang telah ia ketahui dan pelajari tidak mampu ia kemukakan. Lupa jenis kedua adalah dalam bentuk perilaku, yaitu tidak sesuai antara apa yang ia ketahui dengan yang dilakukan.
Kedua bentuk lupa tersebut diakibatkan oleh tidak terpeliharanya ilmu sehingga ilmunya tidak memperoleh keberkahan. Karena itu, perlu dilakukan berbagai upaya agar ilmu itu tetap terpelihara dan menjadi sikap batin yang memengaruhi perbuatan seseorang.