Rabu 09 Oct 2024 09:59 WIB

Fatwa Haram Senjata Nuklir Khamenei, Benarkah Sudah Dicabut demi Hadapi Ancaman Israel?

Ayatollah Khamenei kerap menyatakan tentang haramnya penggunaan senjata nuklir.

Ayatollah Ali Khamenei
Foto: EPA-EFE/ABEDIN TAHERKENAREH
Ayatollah Ali Khamenei

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pemimpin spiritual tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei sebenarnya kerap menyatakan di publik mengenai haramnya penggunaan senjata nuklir. Khamenei  telah berulang kali mengumumkan dengan tegas bahwa membangun dan menggunakan senjata nuklir adalah "dosa" dan karenanya dilarang dari sudut pandang agama dan Islam, dilansir dari laman khamenei.

Menurut Khamenei, Republik Islam Iran menganggap penggunaan senjata nuklir, kimia, dan senjata sejenisnya sebagai dosa besar yang tidak dapat diampuni. Khamenei bahkan pernah mengusulkan gagasan "Timur Tengah yang bebas dari senjata nuklir" meski menolak pembatasan hak untuk menggunakan tenaga nuklir secara damai dan memproduksi bahan bakar nuklir. Menurut hukum internasional, penggunaan energi nuklir secara damai merupakan hak setiap negara.

Baca Juga

Hanya saja, Imam Khamenei mengungkapkan, pemerintah Amerika Serikat yang memiliki persediaan senjata nuklir dan senjata pemusnah massal lainnya yang paling besar dan paling mematikan, dan merupakan satu-satunya negara yang bersalah karena menggunakannya, saat ini sangat ingin membawa panji penentangan terhadap proliferasi nuklir. AS dan sekutu baratnya telah mempersenjatai rezim Zionis yang merebut kekuasaan dengan senjata nuklir dan menciptakan ancaman besar bagi kawasan yang sensitif ini. Namun, kelompok penipu yang sama tidak menoleransi penggunaan energi nuklir secara damai oleh negara-negara independen, ujar Khamenei pada salah satu pidatonya 30 Agustus 2012 lalu di KTT ke-16 Gerakan Non-Blok di Teheran.

photo
Dalam gambar yang dirilis Kementerian Pertahanan Iran pada Kamis, 25 Mei 2023, rudal Khorramshahr-4 diluncurkan di lokasi yang dirahasiakan, Iran. Iran meluncurkan pada hari Kamis apa yang dijuluki iterasi terbaru dari rudal balistik Khorramshahr berbahan bakar cair di tengah ketegangan yang lebih luas dengan Barat atas program nuklirnya. - (Iranian Defense Ministry via AP)

Dalam pidato lainnya pada 2015, Khamenei mengungkapkan, jika mereka tidak akan menggunakan senjata nuklir karena komitmen tersebut terhadap Islam dan hukum serta peraturan Islam.  Khamenei, pemberi wewenang terakhir dalam program nuklir Iran, bahkan mengeluarkan fatwa pelarangan  pengembangan senjata nuklir pada sekitar tahun 2003.Pada 2019 lalu, Khamenei menegaskan kembali dengan mengatakan membangun dan membuat bom nuklir itu salah dan menggunakannya haram.

Hanya saja, Israel yang kian haus darah di kawasan membuat banyak pihak menilai Iran bisa mencabut doktrin haramnya senjata nuklir tersebut. Terlebih, Israel sudah secara terbuka mengatakan jika serangan terhadap fasilitas nuklir Iran menjadi salah satu opsi untuk membalas operasi True Promise 2 dimana 180 rudal balistik Iran menargetkan situs-situs militer Israel sebagai balasan atas pembunuhan Israel terhadap beberapa tokoh perlawanan seperti Ismail Haniyeh dan Hassan Nasarallah. The Economist melaporkan,  sikap agresif Israel dapat mendorong Iran untuk mengembangkan senjata nuklir. Pihak lain berpendapat bahwa Ayatollah Ali Khamenei, pemimpin tertinggi Iran, mungkin akan mencabut fatwa sebelumnya, yang melarang pengembangan senjata nuklir.

Rezim tersebut telah memperluas jumlah dan kecanggihan sentrifus yang digunakannya untuk memurnikan uranium. Sekarang rezim tersebut memiliki persediaan besar bahan yang hampir setara dengan senjata. Masuk akal, meskipun belum mungkin, bahwa Khamenei mungkin memutuskan bahwa satu-satunya cara untuk melindungi rezimnya, yang dibenci oleh warganya sendiri dan rentan terhadap serangan Israel, adalah dengan mengembangkan senjata nuklir.

"Kami belum memutuskan untuk membangun bom nuklir tapi jika eksistensi Iran terancam, kami tidak memiliki pilihan selain mengubah doktrin militer kami," kata Penasihat Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei, Kamal Kharrazi Kharrazi seperti dikutip media Iran, Student News Network, Kamis (9/5/2024).  

Pada 2022 lalu, Kharrazi mengatakan secara teknis Iran mampu membangun sebuah bom nuklir tapi belum memutuskan untuk melakukannya. Pada 2021, menteri intelijen Iran saat itu mengatakan tekanan Barat dapat mendorong Teheran menuju senjata nuklir. “Dalam kasus serangan rezim Zionis terhadap fasilitas nuklir kami, daya tangkal kami akan berubah,” kata Kharrazi dalam pernyataan terbarunya.

Pada 2023, Badan Energi Atom Internasional (IAEA) melaporkan, Iran menaikkan tingkat kemurnian uranium hingga 60 persen setelah melambat selama berbulan-bulan. Tingkat kemurniaan ini mendekati uranium yang dapat digunakan untuk memproduksi senjata nuklir. Sebagai catatan, butuh kemurnian hingga 90 persen untuk membuat senjata nuklir.  

Banyak diplomat yang percaya melambatnya Iran dalam meningkatkan kemurnian uraniumnya dimulai pada Juni setelah perundingan rahasia antara Amerika Serikat dan Iran. Perundingan itu menghasilkan pembebasan warga AS yang ditahan di Iran. IAEA mengatakan, jika diperkaya lagi, uranium dengan tingkat kemurnian 60 persen yang dimiliki Iran cukup untuk membuat tiga bom atom. Meski demikian, Iran selalu membantah anggapan bahwa mereka ingin memiliki senjata nuklir.

"(Iran) meningkatkan produksi uranium dengan pengayaan tinggi, membalikkan pengurangan sebelumnya pada pertengahan 2023," kata IAEA yang merupakan lembaga pemantau nuklir PBB dalam pernyataannya untuk negara anggota, Selasa (26/12/2023).

Proses pengayaan hingga 60 persen Iran dilakukan di Pilot Fuel Enrichment Plant (PFEP) yang berada di kompleks Natanz yang luas dan di Fordow Fuel Enrichment Plant (FFEP) yang terletak di bawah pegunungan. IAEA mengatakan, sejak proses pengayaan diperlambat, pabrik-pabrik itu menghasilkan uranium yang diperkaya hingga 60 persen sebanyak 3 kilogram per bulan."Lembaga mengonfirmasi, sejak akhir November 2020, tingkat produksi uranium yang diperkaya hingga 60 persen Iran, U-234, di dua fasilitas itu 9 kilogram per bulan," kata IAEA pada negara anggota.

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement