REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketika seorang Muslim meninggal dunia, orang-orang Islam yang masih hidup harus memandikan, mengafani, menshalatkan, serta menguburkan jenazahnya. Kewajiban terhadap jenazah itu bersifat fardhu kifayah.
Artinya, kewajiban tersebut akan gugur apabila dikerjakan sebagian Muslimin. Jika tidak ada yang mengerjakannya, seluruh umat Islam akan menanggung dosanya.
Shalat jenazah pada prinsipnya sama seperti shalat-shalat yang lain. Di antara syarat-syaratnya ialah menutup aurat, suci dari hadas kecil maupun besar, suci badan, pakaian, dan tempat pelaksanaannya, serta menghadap kiblat.
Adapun perbedaannya ialah, shalat jenazah tidak disertai rukuk dan sujud. Ibadah ini tidak pula diiringi dengan azan dan iqamah. Ibadah ini dilakukan secara berjamaah.
Ustaz Abdul Somad (UAS) mengatakan, para ulama memiliki berbagai pandangan tentang pengaturan shaf dalam shalat jenazah. Sebagai contoh, Malik bin Anas dan Abu Hurairah. Apabila mereka mendapati jumlah jamaah shalat jenazah terbilang sedikit, orang-orang kemudian dimintanya untuk membentuk saf sebanyak tiga baris.
Diriwayatkan at-Tirmidzi, Rasulullah SAW bersabda, "Barangsiapa yang dishalati oleh tiga shaf, maka ia (orang yang meninggal) telah wajib (mendapatkan surga)."
Disebutkan dalam kitab al-Mu’jam al-Kabir, Rasulullah SAW menshalati janazah bersama tujuh orang. Kemudian, beliau menyusun shaf, yakni tiga orang pada shaf pertama, dua orang di shaf kedua, dan dua orang lagi pada shaf ketiga.
Bagaimanapun, kedua teks hadis di atas digolongkan sebagai hadis dhaif. Terkait hadis yang kedua, seorang perawinya bernama Ibnu Lahiah. Ibnu Hajar dalam Taqrib al-Tahdzib berkata, “Ia (Ibnu Lahiah) merupakan orang yang jujur, tetapi hafalannya tercampur setelah buku-bukunya terbakar.”
Menurut UAS, ketentuan bahwa shalat jenazah diikuti minimal tiga shaf bukanlah sebuah keharusan, melainkan fatwa beberapa ulama. “Seperti fatwa Malik bin Anas dan Abu Hurairah. Jadi, bukan berdasarkan hadis,” ujarnya, seperti dikutip dari Pusat Data Republika.
Shalat jenazah, lanjut UAS, tetap sah meskipun dilakukan oleh jamaah kurang dari tiga saf. Nabi SAW pun diketahui pernah mengimami shalat janazah untuk seorang putra Abu Thalhah, Umair.
Waktu itu, jamaah di belakang Rasulullah SAW kurang dari tiga shaf. Tepatnya, hanya ada dua orang makmum, yakni Abu Thalhah dan istrinya, Ummmu Sulaim.
“Diriwayatkan dari Ishaq bin Abdullah bin Abu Thalhah dari ayahnya bahwa Abu Thalhah pernah meminta Rasulullah (untuk menshalatkan janazah) Umair bin Abu Thalhah ketika wafat. Rasulullah mendatangi janazah Umair dan menshalatkannya di rumah mereka. Rasulullah maju (menjadi imam), sedangkan Abu Thalhah di belakang beliau. Ummu Sulaim di belakang Abu Thalhah. Tidak ada jamaah lain selain mereka.”
Nabi SAW memang menganjurkan memperbanyak jumlah jamaah shalat jenazah. Hal itu sebagaimana hadis sahih yang diriwayatkan Ibnu Abbas.
Rasulullah bersabda, "Tidaklah seorang Muslim meninggal dunia, lalu 40 orang berdiri menshalatkan janazahnya, mereka tidak menyekutukan sesuatu dengan Allah, melainkan Allah memberikan syafaat melalui mereka kepada orang yang meninggal tersebut” (HR Muslim).