REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Allah SWT telah menetapkan, setiap yang bernyawa pasti akan mengalami kematian (QS Ali Imran: 185). Ketika seorang Muslim meninggal dunia, orang-orang Islam yang masih hidup harus memandikan, mengafani, menshalatkan, serta menguburkan jenazahnya. Kewajiban terhadap jenazah itu bersifat fardhu kifayah. Artinya, kewajiban tersebut akan gugur apabila dikerjakan sebagian Muslimin. Jika tidak ada yang mengerjakannya, seluruh umat Islam akan menanggung dosanya.
Shalat jenazah pada prinsipnya sama seperti shalat-shalat yang lain. Di antara syarat-syaratnya ialah menutup aurat, suci dari hadas kecil maupun besar, suci badan, pakaian, dan tempat pelaksanaannya, serta menghadap kiblat. Adapun sedikit perbedaannya ialah, shalat jenazah tidak disertai rukuk dan sujud. Ibadah ini tidak pula diiringi dengan azan dan iqamah. Rasulullah SAW mengajarkan, shalat jenazah dilakukan secara berjamaah.
Ustaz Abdul Somad (UAS) mengatakan, para ulama memiliki berbagai pandangan tentang pengaturan shaf dalam shalat jenazah. Sebagai contoh, Malik bin Anas dan Abu Hurairah. Apabila mereka mendapati jumlah jamaah shalat jenazah terbilang sedikit, orang-orang kemudian dimintanya untuk membentuk saf sebanyak tiga baris.
View this post on Instagram
Sementara itu, Malik bin Hubairah mengutip sebuah hadis, sebagaimana diriwayatkan at-Tirmidzi, yakni “Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam pernah bersabda, ‘Barang siapa yang dishalati oleh tiga shaf, maka ia (orang yang meninggal) telah wajib (mendapatkan surga).’” Ada pula hadis lain yang diriwayatkan at-Tabrani dan disebutkan dalam kitab al-Mu’jam al-Kabir, “Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam menshalati janazah bersama tujuh orang. Kemudian, beliau menyusun shaf, (yakni) tiga orang pada shaf pertama, dua orang di shaf kedua, dan dua orang lagi pada shaf ketiga.”
Hadis yang pertama dikelompokkan sebagai hadis dhaif oleh seorang ulama kontemporer, Nashiruddin al-Albani, dalam kitab Dhaif Sunan Abi Dawud. Adapun hadis yang kedua tergolong sebagai hadis dhaif. Salah seorang perawinya bernama Ibnu Lahiah. Ibnu Hajar dalam Taqrib al-Tahdzib berkata, “Ia (Ibnu Lahiah) merupakan orang yang jujur, tetapi hafalannya tercampur setelah buku-bukunya terbakar.”
Menurut UAS, ketentuan bahwa shalat jenazah diikuti minimal tiga shaf bukanlah sebuah keharusan, melainkan fatwa beberapa ulama. “Seperti fatwa Malik bin Anas dan Abu Hurairah. Jadi, bukan berdasarkan hadis,” ujarnya, dikutip dari Pusat Data Republika.