REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA — Saat jalan-jalan kulineran di pusat perbelanjaan, seringkali kita melihat restoran yang memasang tulisan No Pork, No Lard. Artinya, mereka menegaskan bahwa makanan yang mereka sajikan tidak mengandung daging babi atau minyak babi. Namun, apakah klaim tersebut bisa menjamin kehalalan makanan mereka?
Klaim No Pork, No Lard seringkali disalahartikan sebagai restoran halal. Namun, Direktur Utama Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI), Muti Arintawati menegaskan, klaim tersebut tidak selalu menjamin bahwa makanan yang disajikan memenuhi syarat kehalalan.
"No Pork No Lard itu nggak bisa dipakai jaminan. Karena itu sebenarnya kembali ke zaman dulu, ketika zaman sertifikat halal belum ada, kemudian orang mengklaim sendiri," ujar Muti dalam acara bertema “Jual Produk Non-Halal, Jasa Retailer Tetap Harus Disertifikasi Halal” di Jakarta, Kamis (3/10/2024).
Menurut dia, restoran tersebut tidak bisa dijamin kehalalannya karena bisa jadi daging sapi yang disediakan tidak disembelih secara islami. Karena itu, dia mengimbau kepada masyarakat untuk tidak memilih restoran yang belum mengurus sertifikasi halalnya.
"Karena kalau kita sebagai konsumen muslim masih memilih produk yang tidak bersertifikat halal, tidak mendorong produsen untuk mensertifikasi produknya," ucap Muti.
"Jadi saya imbau bahwa kalau yang masih seperti itu, ya tidak usah dipilih. Karena saat ini yang sudah jelas-jelas bersertifikat halal sebagai pilihan itu sudah sangat banyak," kata Muti.
Pemerintah sendiri telah memberlakukan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH) beserta regulasi turunannya mewajibkan seluruh produk yang beredar wajib bersertifikat halal.
Masa tenggang terdekat jatuh tempo pada 17 Oktober 2024 untuk empat jenis produk, di antaranya: makanan minuman sebagai end product; bahan baku, bahan tambahan, dan bahan penolong untuk makanan minuman; jasa dan produk sembelihan; serta seluruh jasa yang berkaitan dengan proses makanan minuman sampai ke konsumen.
Jika restoran-restoran tidak mengurus sertifikasi halalnya sampai jatuh tempo itu, maka akan diberikan teguran. "Pasti akan mendapatkan teguran. Pasti akan ada teguran. Karena sudah wajib ya," jelas Muti.