Senin 16 Sep 2024 10:00 WIB
Maulid Nabi Muhammad

Jurnal Amerika Sebut Hikmah Maulid Nabi, Begini Kata KH Mustain Nasoha

KH Mustain Nasoha jelaskan Maulid Nabi Muhammad sebagai momentum mencintai Nabi.

KH Mustain Nasoha.
Foto: Pesantren al-Muayyad
KH Mustain Nasoha.

REPUBLIKA.CO.ID, SURAKARTA – Pondok Pesantren Al-Muayyad Mangkuyudan Surakarta, selama 12 hari mengadakan Maulid Nabi, Adapun pada hari ke 12 Puncak Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW di Pondok Pesantren Al Muayyad Surakarta diisi dengan ceramah dari KH. Ahmad Muhamad Mustain Nasoha, pengurus Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum (LPBH) Nahdlatul Ulama Wilayah Jawa Tengah yang juga Pembina Lembaga Bahsul Masail Pondok Pesantren Al-Muayyad.

Dia menyampaikan berbagai dalil mengenai keutamaan Maulid Nabi berdasarkan kitab-kitab kuning klasik, termasuk An-Ni’matul Kubra ‘alal ‘Alami fi Maulidi Sayyidi Waladi Adam karya Imam Ibnu Hajar al-Haitami dan Al-Mausu’ah Al-Yusufiyyah karya Syekh Yusuf Khottor, serta referensi dari jurnal internasional.

Baca Juga

KH. Mustain mengawali ceramah dengan penjelasan bahwa memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW merupakan salah satu amalan mulia yang telah dipraktikkan oleh generasi salaf, termasuk para sahabat Nabi, yakni Sayyidina Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali RA. Dia mengutip An-Ni’matul Kubra ‘alal ‘Alami fi Maulidi Sayyidi Waladi Adam halaman 5-7 untuk menjelaskan berbagai keutamaan dari mengagungkan Maulid Nabi.

Sayyidina Abu Bakar RA. berkata: "Barangsiapa membelanjakan satu dirham untuk mengadakan pembacaan Maulid Nabi SAW, maka ia akan menjadi temanku di surga."

Sayyidina Umar RA. berkata: "Barangsiapa mengagungkan Maulid Nabi SAW, maka sesungguhnya ia telah menghidupkan Islam."

Sayyidina Utsman RA. berkata: "Barangsiapa membelanjakan satu dirham untuk mengadakan pembacaan Maulid Nabi SAW, maka seakan-akan ia ikut serta menyaksikan Perang Badar dan Hunain."

Sayyidina Ali RA. berkata: "Barangsiapa mengagungkan Maulid Nabi SAW, dan ia menjadi sebab dilaksanakannya pembacaan Maulid, maka tidaklah ia keluar dari dunia melainkan dengan keimanan dan akan dimasukkan ke dalam surga tanpa hisab."

KH. Mustain juga mengutip pandangan dari ulama besar seperti Imam Hasan Bashri, Imam Junaedi al-Baghdadi, dan Imam Fakhruddin ar-Razi mengenai keberkahan Maulid Nabi. Dalam pandangan mereka, menghadiri dan mengagungkan Maulid Nabi membawa keberkahan luar biasa, baik dalam kehidupan dunia maupun di akhirat.

Sebagai contoh, Imam Fakhruddin ar-Razi berkata: "Barangsiapa membaca Maulid Nabi di atas makanan atau air, maka akan tampak keberkatan padanya, dan Allah akan memasukkan seribu cahaya dan rahmat ke dalam hatinya."

Selain mengutip kitab-kitab klasik, KH. Mustain juga merujuk jurnal internasional American Milad: Celebrating the Birthday of the Prophet dari Universitas Chicago. Dalam jurnal tersebut, Maulid Nabi dipandang sebagai sarana pemersatu umat di berbagai negara, termasuk di Amerika Serikat. Menurut jurnal ini, perayaan Maulid bukan hanya bentuk penghormatan kepada Nabi Muhammad SAW, tetapi juga cara untuk memperkuat solidaritas dan kebersamaan di tengah masyarakat multikultural.

KH. Mustain menegaskan bahwa peringatan Maulid bukan hanya sekadar seremonial, tetapi juga sebagai sarana untuk memperdalam pemahaman tentang ajaran-ajaran Rasulullah SAW. Beliau mengutip Kitab Tafsir Durul Mansur karya Imam as-Suyuthi, di mana terdapat penjelasan tentang kebesaran Nabi Muhammad SAW sebagai rahmat bagi alam semesta sebagaimana disebutkan dalam Surat Al-Anbiya ayat 107: "Wa ma arsalnaka illa rahmatan lil 'alamin” (Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan sebagai rahmat bagi seluruh alam).

KH. Mustain menjelaskan bahwa Maulid Nabi adalah momen untuk merenungi betapa besar rahmat yang diberikan Allah melalui kehadiran Rasulullah SAW.

Selain itu, KH. Mustain juga merujuk pada Kitab Iqtidzo' Sirotol Mustaqim karya Ibnu Taimiyah yang meskipun kritis terhadap beberapa bentuk perayaan, tetap menegaskan bahwa memperingati kelahiran Rasulullah dapat menjadi bentuk ta'zim (penghormatan) terhadap beliau selama dilakukan dengan niat yang baik dan tidak melanggar syariat.

“Maulid adalah momen untuk meneguhkan kecintaan kita kepada Nabi Muhammad SAW dan mengambil pelajaran dari kehidupan beliau. Ini merupakan bukti cinta kita kepada Rasulullah, sebagaimana Rasulullah sendiri bersabda, 'La yu’minu ahadukum hatta akuna ahabba ilaihi min walidihi wa waladihi wan naasi ajma’iin' (Tidak sempurna iman seseorang di antara kalian hingga aku lebih ia cintai daripada orang tua, anak, dan seluruh manusia)” (HR. Bukhari dan Muslim)," jelas KH. Mustain.

Tentang dzikir berjamaah, dzikir dengan suara keras dan mendoakan orang telah meninggal maupun masih hidup KH. Mustain Nasoha menjelaskan dari Kitab Ma’mu’ Fatawa bahwa Imam Ibnu Taimiyah pernah ditanya tentang seorang laki-laki yang mengingkari ahli dzikir, dimana ia memprotes ahli dzikir (berjama’ah) “Ini dzikir bid’ah dan menyaringkan suara didalam dzikir kalian juga bid’ah”.

Mereka (ahli dzikir) memulai dan menutup dzikirnya dengan membaca al-Qur’an, kemudian mereka berdo’a untuk kaum muslimin yang hidup maupun yang sudah wafat, mereka mengumpulkan antara bacaan tasybih, tahmid, tahlil, takbir, hawqalah (Laa Hawla wa Laa Quwwata Ilaa Billah), mereka juga bershalawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Jawab: Berkumpul untuk dzikir kepada Allah, mendengarkan Kitabullah dan do’a merupakan amal shalih, dan itu termasuk dari paling utamanya qurubat (amal mendekatkan diri kepada Allah) dan paling utamanya ibadah-ibadah pada setiap waktu.

Lihat halaman berikutnya >>>

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement