Kamis 12 Sep 2024 08:07 WIB

Benarkah Sahabat Nabi SAW, Ibnu Abbas, Bolehkan Kawin Kontrak atau Nikah Mutah?

Nikah mutah semula diperbolehkan dalam Islam lalu diharamkan selamanya

Ilustrasi menikah. Nikah mutah semula diperbolehkan dalam Islam lalu diharamkan selamanya
Foto:

Setiap hubungan yang berlangsung singkat, Cahaya mendapatkan antara 300 dolar AS hingga 500 dolar AS, yang digunakan untuk membayar sewa tempat tinggal, makanan, dan merawat kakek-neneknya yang sedang sakit. Itu tidak pernah cukup. “Saya sangat ingin membantu ibu dan keluarga saya secara finansial,” katanya.

Karena malu dengan kenyataan yang ada, Cahaya, yang kini berusia 28 tahun, selalu menjelaskan ketidakhadirannya selama ini dengan mengatakan kepada teman dan kerabatnya bahwa ia berpindah-pindah kerja sebagai asisten rumah tangga di berbagai tempat. “Mereka tidak tahu tentang hal ini,” katanya. “Saya bisa mati jika mereka tahu.”

Tiga tahun lalu, ketika seorang teman berubah menjadi pacar, dia memutuskan untuk berbohong kepadanya, bahkan sampai menghapus pesan-pesan yang memberatkan dari ponselnya.

Kawin kontrak termasuk dalam kategori yang lebih luas dan tidak terdefinisi dengan baik, yaitu perkawinan beda agama yang tidak terdaftar, yang tersebar luas di banyak negara berpenduduk mayoritas Muslim dan menjadi teka-teki bagi pemerintah - terutama dalam hal perlindungan terhadap gadis-gadis muda.

Dalam hukum Indonesia, usia minimum yang sah untuk menikah adalah 19 tahun - tetapi banyak pernikahan beda agama yang luput dari pengawasan pemerintah dan melibatkan pengantin di bawah umur.

“Orang-orang berpikir bahwa pemerintah seharusnya tidak ikut campur dalam urusan agama,” kata Yayan, ahli hukum keluarga Islam. “Hukum negara tidak menentukan keabsahan pernikahan, karena itu ditentukan oleh agama. Itulah masalahnya.”

Bahkan di dalam Islam sendiri, kawin kontrak masih menjadi perdebatan. Secara umum, hal ini lebih diterima di kalangan Syiah, yang mengatakan bahwa Nabi Muhammad SAW membenarkan praktik tersebut, yang berasal dari zaman sebelum Islam sebagai cara bagi para musafir pria yang sudah menikah untuk melakukan hubungan seks tanpa melakukan perzinahan.

Kaum Sunni percaya bahwa Nabi Muhammad SAW pada awalnya mengizinkannya sebelum berubah pikiran. Namun demikian, banyak orang dari kedua belah pihak yang menganggapnya tidak lebih dari prostitusi.

Majelis Ulama Indonesia, organisasi pemimpin Islam terkemuka di Indonesia, juga telah menyatakan bahwa pernikahan kontrak sementara tidak sah.

Namun, upaya untuk menindak praktik ini terhalang oleh keengganan para perempuan untuk melaporkan pengalaman mereka sebagai pengantin kontrak serta kolusi antara makelar pernikahan, oknum pemuka agama, dan oknum pejabat yang korup.

“Tidak ada perlindungan hukum sama sekali,” ujar Anindya Restuviani, direktur program untuk organisasi aktivis Jakarta Feminist. “Kita punya undang-undang, tapi implementasinya sendiri sangat, sangat menantang.”

Bintang Puspayoga, yang memimpin Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, mengatakan dalam sebuah pernyataan tertulis bahwa perjanjian untuk tinggal bersama sementara sebagai suami istri untuk mendapatkan kompensasi tidak sah secara hukum.

Pada  2021, salah satu pemerintah daerah di wilayah Puncak meluncurkan gugus tugas untuk menyebarkan informasi.

Eva Nisa, seorang antropolog budaya dan ahli studi Islam di Australian National University yang telah meneliti berbagai jenis pernikahan dan perceraian Muslim, mengatakan dalam sebuah email bahwa beberapa pejabat pemerintah mulai menyebut kawin kontrak sebagai perdagangan manusia, dan pihak berwenang kadang-kadang melakukan penangkapan dengan menggerebek pernikahan.

Makelar pernikahan..

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement