Rabu 11 Sep 2024 11:13 WIB

Membuat Patung untuk Hormati Tokoh? Ini Pandangan Syekh Qaradhawi

Dalam berbagai kebudayaan, patung dibuat untuk menghormati tokoh tertentu.

ILUSTRASI Patung tokoh.
Foto: dok wiki
ILUSTRASI Patung tokoh.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mengenang seseorang yang telah berjasa bagi masyarakat adalah hal yang lumrah dijumpai. Publik memang sudah sepantasnya menghormati jasa orang-orang terdahulu, semisal para pahlawan atau pemimpin yang sudah wafat. Namun, bagaimana bila patung dibuat dengan alasan itu?

Mungkin ada yang bertanya, “Bukankah umat Islam sudah sewajarnya mengenang keberhasilan orang-orang besar yang telah menorehkan prestasi dalam sejarah? Apakah tidak masalah bila memori tentang mereka kemudian diabadikan dalam bentuk patung sehingga perjuangannya selalu diingat oleh generasi-generasi berikut?”

Baca Juga

Syekh Yusuf al-Qaradhawi menjelaskan perihal itu dalam bukunya, Tuntas Memahami Halal dan Haram. Menurut ulama asal Mesir itu, pertama-tama haruslah dipahami bahwa Islam tidak berlebih-lebihan dalam mengenang orang yang sudah wafat. Agama ini mengambil sikap moderat, termasuk dalam menghargai jasa seseorang yang dengan kedudukan, jabatan, atau reputasi sebesar apa pun.

Hal ini sejalan dengan sabda Nabi Muhammad SAW,“Janganlah kalian menghormatiku seperti orang-orang Nasrani menghormati Isa bin Maryam. Namun, katakanlah, Muhammad adalah hamba dan utusan Allah” (HR Bukhari, dari Umar ibn al-Khattab)

Rasulullah SAW tidak menginginkan umatnya menyerupai non-Muslim yang berdiri saat pemimpin mereka duduk. Beliau pun mengingatkan dalam hadis riwayat Muslim:

“Kalian hampir saja melakukan apa yang diakukan orang Persia dan Romawi. Mereka berdiri untuk raja mereka, sedangkan sang raja sendiri duduk. Maka janganlah kalian melakukan itu!”

Itulah sikap agama Islam dalam menghormati manusia. Ia tidak meridai adanya patung-patung yang sengaja dibentuk untuk diangkat kedudukannya, kendatipun dengan alasan untuk mengabadikannya.

Keabadian sejatinya hanyalah milik Allah SWT dan apa yang diridai-Nya. Meskipun keabadian itu harus ada di tangan manusia, maka tidak harus pula disimbolkan dengan patung-patung.

Menurut pandangan cendekiawan Universitas Damaskus, Prof al-Mubarak, yang ditulis dalam buku yang sama juga menjelaskan, bahwa: “Kita mengetahui Rasulullah SAW, khulafaur rasyidin, beserta para pejuang besar Islam lainnya memiliki jasa yang sangat bermakna.

Akan tetapi, jasanya tersebut tidak dibuatkan patung, tetapi diturunkan melalui perjalanan hidupnya dari generasi ke generasi, dari orang terdahulu kepada orang belakangan, dan dari ayah kepada anaknya. Perjuangan mereka dikenang dalam hati dan disebut-sebut dalam lisan. Namanya harum tercium di setiap majelis dan pertemuan, memenuhi akal dan hati, tanpa ada patung atau gambar.”  

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement