REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON — Wakil Presiden Amerika Serikat Kamala Harris, Kamis (29/8), dengan tegas menolak kemungkinan bahwa dia akan memberlakukan embargo senjata terhadap Israel yang telah menghancurkan jalur Gaza yang terkepung.
"Saya tegas dan teguh dalam komitmen saya terhadap pertahanan Israel dan kemampuannya untuk mempertahankan diri, dan itu tidak akan berubah," kata Harris dalam wawancara pertamanya sejak dia menjadi calon presiden dari Partai Demokrat.
"Saya katakan hari ini, Israel memiliki hak untuk mempertahankan diri. Kami akan melakukannya, dan bagaimana cara melakukannya itu adalah penting," katanya.
Ketika didesak apakah dia akan mendukung perubahan kebijakan AS yang akan memengaruhi bantuan militer, Haris hanya berkata: "Tidak."
Dia mengakui bahwa "terlalu banyak warga Palestina yang tidak bersalah telah terbunuh," yang tampaknya merujuk pada jumlah korban tewas di Gaza yang telah melampaui 40 ribu orang, yang sebagian besar adalah perempuan dan anak-anak.
Jumlah korban tewas sebenarnya dikhawatirkan jauh lebih tinggi karena banyak mayat yang masih terperangkap di reruntuhan puing-puing yang luas akibat pemboman Israel.
Lebih dari 92.740 warga Palestina lainnya telah terluka selama perang, yang kini telah memasuki bulan kesepuluh, menurut data resmi. Hampir semua dari 2,3 juta penduduk Gaza telah mengungsi.
"Kita harus mencapai kesepakatan. Kita berada di Doha. Kita harus mencapai kesepakatan. Perang ini harus berakhir, dan kita harus mencapai kesepakatan untuk membebaskan para sandera," kata Harris.
"Saya telah bertemu dengan keluarga para sandera Amerika. Mari kita bebaskan para sandera. Mari kita lakukan gencatan senjata," tambahnya.
"Kesepakatan bukan hanya hal yang benar untuk mengakhiri perang ini, tetapi juga akan membuka banyak hal yang harus terjadi selanjutnya," ujar Harris.
"Saya tetap berkomitmen sejak 8 Oktober untuk mencapai solusi dua negara di mana Israel aman, dan pada saat yang sama, warga Palestina memiliki keamanan, penentuan nasib sendiri, dan martabat," tambahnya.
Israel terus melancarkan serangan besar-besaran di Jalur Gaza menyusul serangan lintas perbatasan yang dipimpin oleh kelompok Palestina Hamas pada 7 Oktober 2023 yang menewaskan sekitar 1.139 orang.
Sekitar 250 orang lainnya dibawa kembali ke daerah kantong pantai itu sebagai sandera. Sedangkan lebih dari 100 orang masih berada di sana.
Israel menghadapi tuduhan genosida di Mahkamah Internasional, yang telah memerintahkan penghentian operasi militer di selatan kota Rafah. Namun, perintah itu tidak diindahkan oleh Israel.