Rabu 28 Aug 2024 20:28 WIB

Masjid Al Aqsa Terancam, Bagaimana Sikap Negara-Negara Islam?

Masjid Aqsa di Palestina semakin terancam karena akan dibuat sinagog.

Rep: Muhyiddin/ Red: Muhammad Hafil
Menteri Israel Itamar ben Gvir menerabas Masjid al-Aqsa pada Selasa (13/8/2024).
Foto:

Negara-negara seperti Turki, Iran, dan Arab Saudi juga sering menjadi yang terdepan dalam mengecam tindakan Israel yang dianggap mengancam tempat suci tersebut.

Meskipun ada kecaman keras, reaksi konkret dari negara-negara Muslim seringkali terbatas pada pernyataan diplomatik, meskipun ada tekanan dari kelompok-kelompok dalam negeri yang mendorong tindakan yang lebih tegas. 

Dalam beberapa kasus, negara-negara Muslim mendukung langkah-langkah diplomatik di forum internasional untuk menekan Israel dan melindungi status Masjid Al-Aqsa, seperti melalui Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan lembaga internasional lainnya.

Namun, adanya perpecahan politik dan prioritas nasional yang berbeda di antara negara-negara Islam terkadang membuat respons mereka tidak selalu terkoordinasi atau sekuat yang diharapkan oleh sebagian pihak. Hal ini membuat masalah Al-Aqsa tetap menjadi titik rawan dalam hubungan Israel dengan dunia Muslim.

Seperti dilansir dari laman Anadolu Agency pada Rabu (28/8/2024), kecaman mengalir dari seluruh dunia Arab dan Islam menyusul seruan Menteri Keamanan Nasional Israel sayap kanan Itamar Ben-Gvir untuk membangun sinagoge di dalam kompleks Masjid Al-Aqsa di Yerusalem Timur yang diduduki.

Ben-Gvir mengklaim pada hari Senin bahwa orang Yahudi memiliki hak untuk berdoa di Masjid Al-Aqsa, dan mengatakan ia akan membangun sinagoge di lokasi titik api tersebut.

Ini adalah pertama kalinya menteri Israel berbicara terbuka tentang pembangunan sinagog di dalam kompleks masjid. Namun, dalam beberapa bulan terakhir ia telah berulang kali menyerukan agar orang Yahudi diizinkan beribadah di lokasi tersebut.

Kementerian Luar Negeri Saudi mengatakan pada Selasa (27/8/2024) kemarin bahwa pihaknya dengan tegas menolak seruan Ben-Gvir dan “provokasi berkelanjutan terhadap sentimen umat Islam di seluruh dunia.”

Ia menekankan perlunya menghormati status historis dan hukum Masjid Al-Aqsa dan memperbarui seruannya kepada masyarakat internasional untuk mengakhiri bencana kemanusiaan Palestina.

Ia juga menyerukan pengaktifan mekanisme serius untuk meminta pertanggungjawaban pejabat Israel atas pelanggaran berulang terhadap hukum dan norma internasional.

Palestina juga mengecam seruan Ben-Gvir sebagai upaya untuk menyeret seluruh wilayah ke dalam “perang agama.”

"Rakyat Palestina tidak akan menerima kerusakan apa pun terhadap Masjid Al-Aqsa, yang merupakan garis merah yang tidak dapat dilintasi dalam kondisi apa pun," kata juru bicara Otoritas Palestina, Nabil Abu Rudeineh dalam sebuah pernyataan.  

Partai Keadilan dan Pembangunan (AK) Turki juga mengecam pernyataan menteri sayap kanan Israel tersebut sebagai “keji.”

"Pernyataan Menteri Keamanan Nasional Israel Itamar Ben-Gvir tentang pembangunan sinagoge di lokasi Masjid al-Aqsa berada adalah pernyataan keji dan terkutuk yang menyerang semua Muslim dan kemanusiaan," kata juru bicara Omer Celik di X.

Sementara itu, Kementerian Luar Negeri Mesir mengatakan, Israel bertanggung jawab secara hukum untuk mematuhi status quo di Masjid Al-Aqsa dan menjaga tempat-tempat suci Islam dan Kristen.

Ia pun meminta Israel untuk mematuhi kewajibannya sebagai kekuatan pendudukan, dan menghentikan pernyataan provokatif yang bertujuan untuk meningkatkan eskalasi dan ketegangan di kawasan tersebut.

Status quo, yang berlaku sejak sebelum pendudukan Israel tahun 1967, menunjuk Wakaf Islam di Yerusalem, di bawah menteri Wakaf dan Urusan Islam Yordania, sebagai penanggung jawab pengelolaan Masjid Al-Aqsa, yang merupakan tempat ibadah khusus umat Islam.

Namun, sejak 2003, polisi Israel secara sepihak mengizinkan pemukim ilegal memasuki Masjid Al-Aqsa pada hari kerja, kecuali hari Jumat dan Sabtu, tanpa persetujuan Wakaf Islam.

Yordania juga menyebut seruan Ben-Gvir sebagai pelanggaran hukum internasional dan provokasi yang tidak dapat diterima yang memerlukan posisi internasional yang jelas untuk mengutuknya.

"Pernyataan tersebut memicu ekstremisme dan upaya untuk mengubah status quo historis dan hukum di Yerusalem dan tempat-tempat sucinya melalui penerapan fakta dan praktik baru yang didorong oleh narasi eksklusif yang fanatik," jelas Kementerian Luar Negeri dalam sebuah pernyataan.

Qatar juga mengecam seruan menteri Israel tersebut sebagai perpanjangan dari upaya untuk mengubah status historis dan hukum Masjid Al-Aqsa.

Sementara itu, Kementerian Luar Negeri Qatar menggarisbawahi perlunya tindakan mendesak oleh masyarakat internasional untuk menghalangi pendudukan (Israel) dan memikul tanggung jawab moral dan hukumnya terhadap Yerusalem dan kesuciannya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement