Jumat 23 Aug 2024 11:19 WIB

RUU Pilkada dan Kisah Gubernur Miskin Hanya Punya Satu Baju Dinas

Gubernur ini hidup sangat sederhana.

Rep: Fuji E Permana/ Red: Muhammad Hafil
Pengunjuk rasa dari berbagai elemen mahasiswa membentangkan spanduk saat berunjuk rasa di kawasan Balai Kota Solo, Jawa Tengah, Kamis (22/8/2024). Aksi itu digelar untuk menolak revisi UU Pilkada oleh DPR yang akan menganulir keputusan Mahkamah Konstitusi tentang ambang batas pencalonan di Pilkada Serentak 2024.
Foto: ANTARAFOTO/Maulana Surya
Pengunjuk rasa dari berbagai elemen mahasiswa membentangkan spanduk saat berunjuk rasa di kawasan Balai Kota Solo, Jawa Tengah, Kamis (22/8/2024). Aksi itu digelar untuk menolak revisi UU Pilkada oleh DPR yang akan menganulir keputusan Mahkamah Konstitusi tentang ambang batas pencalonan di Pilkada Serentak 2024.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Menjelang pemilihan kepala daerah pada November 2024, terjadi demo besar-besaran menolak RUU Pilkada yang berlangsung di berbagai titik pada Kamis (22/8/2024). Di Indonesia, jabatan dan kursi gubernur, bupati dan walikota sudah biasa diperebutkan.

Namun di masa lalu, tidak sedikit kisah gubernur atau kepala daerah Muslim yang bersedih ketika diangkat menjadi pemimpin atau penguasa sebuah wilayah. Mereka takut saat berkuasa tidak bisa berbuat adil, baik dan benar sebagaimana yang diperintahkan Allah SWT, karena setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat kelak.

Baca Juga

Satu di antara banyak kisah dan catatan sejarah tentang gubernur Muslim yang tidak cinta dunia dan tidak rakus kekuasaan adalah kisah sahabat Nabi Muhammad SAW bernama Sa'id bin Amir nama lengkapnya Sa'id bin Amir bin Hudzaim Al-Jumahi Al-Qurasyi. 

Sa'id bin Amir pernah menjadi gubernur di wilayah Himsh yakni sebuah wilayah di Syam yang masuk dalam pengawasan kekhalifahan Umar bin Al Khattab.

Meski menjadi gubernur, Sa'id bin Amir hidup dengan sangat sederhana. Bahkan ketika Umar bin Al Khattab mendata penduduk miskin di wilayah Himsh, Sa'id bin Amir termasuk dalam kelompok miskin. Umar bin Al Khattab meneteskan air mata begitu mengetahui sahabatnya yang menjadi gubernur termasuk golongan orang yang miskin harta.

Bahkan Sa'id bin Amir hanya memiliki satu baju dinas, tidak memiliki baju pengganti. Sehingga ia harus mencucinya sendiri dan mengeringkannya, kemudian memakainya kembali untuk berdinas menjadi seorang gubernur di wilayah Himsh.

Sa'id bin Amir dikisahkan dalam buku Tokoh-Tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah yang ditulis Syaikh Muhammad Sa'id Mursi dan diterjemahkan Khoirul Amru Harahap Lc dan Achmad Faozan Lc serta diterbitkan ulang Pustaka Al-Kautsar, 2007.

Suatu hari penduduk wilayah Himsh pernah mengadukan Sa'id bin Amir kepada Umar bin Al Khattab. Pertama, mereka mengadukan bahwa Sa'id bin Amir tidak keluar dari rumahnya kecuali menjelang siang. Kedua, Sa'id bin Amir di malam harinya ia tidak mau menerima tamu.

Ketiga, Sa'id bin Amir dalam sebulan, dia dua hari tidak keluar rumah. Keempat, penduduk Himsh sering melihat Sa'id bin Amir jatuh pingsan

Mendengar aduan ini, Umar bin Al Khattab pun memanggilnya dan menanyakan tentang kebenaran aduan penduduk tersebut kepada Sa'id bin Amir.

Mengenai aduan yang pertama, Sa'id bin Amir beralasan karena keluarganya tidak mempunyai pembantu. Sehingga setiap pagi Sa'id bin Amir membantu istrinya mengadon roti dan menunggu istrinya sampai mengenakan jilbab. Lalu Sa'id bin Amir berwudhu dan berangkat ke kantor gubernur.

Mengenai aduan yang kedua, Sa'id bin Amir menjelaskan bahwa dia memperuntukkan malam hari untuk Tuhannya dan siang hari untuk mengurusi rakyatnya.

Mengenai aduan yang ketiga, Sa'id bin Amir beralasan karena tidak punya pembantu dan ia tidak memiliki pakaian dinas pengganti. Sehingga ia harus mencucinya sekali dalam sebulan, dan menunggu bajunya sampai kering, baru setelah itu berangkat ke kantor menjelang siang hari.

Mengenai aduan keempat, Sa'id bin Amir mengaku seringkali pingsan karena mengingat peristiwa yang pernah menimpa Khubaib bin Adi. Saat itu orang-orang Quraisy memasung dan menyalibnya di sebuah pohon dan dalam kondisi seperti itu, Khubaib bin Adi sama sekali tidak menyebut tentang Nabi Muhammad SAW kecuali hal-hal yang baik.

Khubaib bin Adi juga tidak ingin selamat dari maut, sedangkan Rasulullah SAW tertusuk oleh duri.

Kemudian Khubaib bin Adi mengatakan kepada orang-orang yang menyaksikan eksekusinya termasuk Sa'id bin Amir, "Ya Allah kalkulasilah jumlah mereka, bunuhlah mereka akibat letih menyiksaku dan janganlah Engkau biarkan salah seorang pun di antara mereka hidup."

Sa'id bin Amir adalah sosok sahabat yang terkenal ahli zuhud dan selalu mensedekahkan uang yang diperolehnya. Sa'id bin Amir meninggal di Syam tahun 20 Hijriyah.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement