Rabu 14 Aug 2024 07:14 WIB

Tebus Dosa dengan Tradisi Dzikir Fida

Tradisi Fidaan merupakan bagian dari upaya melestarikan kebudayaan bangsa.

Rep: Muhyiddin/ Red: A.Syalaby Ichsan
Kegiatan yasinan dan tahlilan pada hari pertama ziarah kubro di makam Al-Habib Aqil Bin Yahya dan Al Habib Ahmad Bin Syeh Shahab di kawasan 8 Ilir Jalan dr.M Isa Palembang, Jumat (1/3/2024).
Foto: ANTARA/Yudi Abdullah
Kegiatan yasinan dan tahlilan pada hari pertama ziarah kubro di makam Al-Habib Aqil Bin Yahya dan Al Habib Ahmad Bin Syeh Shahab di kawasan 8 Ilir Jalan dr.M Isa Palembang, Jumat (1/3/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, Dzikir Fida, juga dikenal sebagai Dzikir Penebusan (Fida'), adalah salah satu bentuk dzikir yang diyakini memiliki kekuatan khusus untuk menebus dosa-dosa atau menghapus kesalahan yang telah dilakukan oleh seseorang. Dzikir ini sering diamalkan umat Islam sebagai bentuk permohonan ampunan kepada Allah dan untuk membersihkan diri dari dosa-dosa yang mungkin telah dilakukan, sehingga terhindar dari api neraka. 

Alumni Ma’had Aly Hasyim Asy’ari Tebuireng, Al Fahrizal dalam tulisannya menjelaskan, kata Fida' berasal dari bahasa Arab, (الفداء) yang berarti tebusan; penebusan. Zikir fida juga sering disebut dengan zikir 'ataqoh (العتاقة) bermakna pemerdekaan. Maksud dari penebusan dan pemerdekaan di sini ialah menebus diri kepada  Allah SWT dari siksa api neraka.

Baca Juga

Dzikir fida terbagi menjadi dua, yaitu fida sughro dan fida kubro. Fida sughro ialah membaca zikir tahlil (laa ilaaha illa Allah) sebanyak 70 ribu kali. Tapi, ada pula yang membacanya 71 ribu kali. Sedangkan, fida kubro ialah membaca surat Al-Ikhlas sejumlah 100 ribu kali.

Cara mengamalkannya sebenarnya mirip dengan tradisi tahlilan, yang mana dalam pelaksanaannya juga mengirimkan doa dan surat Alfatihah melalui bacaan kalimat thayyibah. Dzikir fida ini tepatnya dibaca untuk diri sendiri. Tetapi, paling sering dibaca dengan maksud menghadiahkan kepada orang lain yang telah meninggal.

photo
Sejumlah aktivis anti korupsi yang tergabung dalam Forum Pemuda Desa (FPD) berunjuk rasa dengan menggelar tahlilan di depan Gedung Kejaksaan Tinggi Banten, di Serang, Banten, Kamis (7/1/2021). Mereka mendesak jaksa untuk mengusut kasus korupsi pengadaan ambulan serta pembuatan kalender di Kabupaten Serang tahun 2019 yang hingga awal tahun 2021 masih belum ditindaklanjuti. - (ANTARA/Asep Fathulrahman)

Praktik pembacaannya pun bermacam-macam, tergantung tempat dan daerahnya. Ada yang dibaca selama selama tujuh hari setelah kematian atau pun 40 hari kematian. 

"Ada juga yang tidak dibatasi waktu tertentu, ada yang dibaca oleh orang-orang tertentu yang ditunjuk khusus, ada juga yang urunan banyak orang untuk mencapai jumlah tersebut," tulis Al Fahrizal.  

Dalam penelitiannya, Muhammad Roihan Zuhri Abdul Aziz mengungkapkan bahwa tradisi Fida'an merupakan bagian penting dari warisan budaya suatu masyarakat. Respons masyarakat terhadap tradisi ini dapat mencerminkan kompleksitas nilai, kepercayaan, dan norma-norma yang ada dalam lingkungan sosial mereka. 

Menurut dia, perspektif Alquran juga dapat memberikan pandangan yang mendalam terkait bagaimana tradisi ini dapat diinterpretasikan dalam konteks nilai-nilai agama. 

Secara umum, respon masyarakat terhadap Tradisi Fida'an mencakup berbagai sudut pandang. Beberapa anggota masyarakat mungkin memandang tradisi ini sebagai perayaan budaya yang harus dijaga dan dipertahankan, sementara yang lain mungkin menilainya dengan kritis atau bahkan menolaknya karena pertentangan dengan keyakinan atau nilai-nilai tertentu. 

Dari perspektif Alquran, menurut Roihan Zuhri, evaluasi terhadap tradisi Fida'an dapat dilakukan dengan merujuk pada prinsip-prinsip ajaran Islam. Alquran mengajarkan nilai-nilai seperti keadilan, kasih sayang, dan kepedulian terhadap sesama. Dalam konteks ini, tradisi Fida'an dapat dievaluasi.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement