Ahad 11 Aug 2024 21:30 WIB

Serangan Sekolah di Gaza, AS Didesak Hentikan Pasok Senjata Israel

Gaza Palestina akan terus dipertahankan.

Rep: Muhyiddin/ Red: Erdy Nasrul
Warga Palestina berjalan melintasi puing-puing rumah yang hancur akibat serangan Israel di Khan Younis, Jalur Gaza.
Foto:

Serangan terhadap sekolah Kota Gaza, yang telah menjadi tempat perlindungan bagi ribuan orang yang mengungsi, juga terjadi di tengah upaya baru AS, Qatar, dan Mesir untuk membuat Israel dan Hamas menyetujui perjanjian gencatan senjata.

Namun para ahli mengatakan serangan Israel yang terus berlanjut di Gaza berisiko menggagalkan upaya tersebut, sementara beberapa pihak menuduh Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berusaha menyabotase kemungkinan kesepakatan untuk mengakhiri perang.

Serangan di sekolah Kota Gaza digambarkan oleh paramedis dan orang lain di lokasi kejadian sebagai mengerikan, dengan “Jenazah tercabik-cabik”.

Jurnalis Al Jazeera, Hind Khoudary melaporkan dari Khan Younis di Gaza selatan, mengatakan warga Palestina yang berlindung di dalam kompleks sekolah sedang berdoa ketika pasukan Israel menargetkan mereka dengan sedikitnya tiga serangan udara.

"Tim pertahanan sipil mengatakan bahwa mereka berhasil menemukan 100 mayat, tetapi mereka mengatakan bahwa masih ada lebih banyak mayat yang terjebak. Sebagian besar mayat dalam kondisi rusak parah, sehingga mereka tidak dapat mengenali siapa orang-orang Palestina ini," kata Khoudary.

“Orang-orang yang selamat dari serangan ini mengatakan bahwa ini adalah salah satu hari terburuk yang mereka saksikan sejak perang dimulai di Jalur Gaza," jelas dia

Israel mengatakan, tanpa bukti apa pun, bahwa Hamas dan pejuang Jihad Islam Palestina beroperasi dari sekolah tersebut, sebuah klaim yang dibantah oleh Hamas.

Juru bicara Dewan Keamanan Nasional AS, Sean Savett mengatakan dalam sebuah pernyataan pada Sabtu bahwa terlalu banyak warga sipil yang terus terbunuh dan terluka. Dia pun menyerukan gencatan senjata dan kesepakatan penyanderaan.

Menggemakan klaim Israel tanpa memberikan bukti, ia menambahkan,

"Kami tahu Hamas telah menggunakan sekolah sebagai lokasi berkumpul dan beroperasi, tetapi kami juga telah mengatakan berulang kali dan secara konsisten bahwa Israel harus mengambil tindakan untuk meminimalkan kerugian warga sipil," kata Sean.

Sementara itu, juru bicara Presiden Palestina Mahmoud Abbas mendesak AS untuk mengakhiri dukungan buta (terhadap Israel) yang menyebabkan terbunuhnya ribuan warga sipil tak berdosa, termasuk anak-anak, perempuan, dan orang tua.

Nabil Abu Rudeineh mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa transfer senjata AS ke Israel menjadikan negara itu bertanggung jawab langsung atas pembantaian di sekolah al-Tabin dan atas berlanjutnya serangan Israel di Jalur Gaza selama sepuluh bulan berturut-turut.

Para pegiat hak asasi manusia AS juga memperbarui desakan mereka kepada pemerintahan Biden untuk mengakhiri pasokan senjata ke Israel menyusul serangan sekolah tersebut.

Sarah Leah Whitson, direktur eksekutif kelompok advokasi Democracy for the Arab World Now yang berbasis di AS, mengkritik penjualan senjata tersebut sebagai "pengkondisian Pavlovian untuk pasukan yang buas”.

Dewan Hubungan Amerika-Islam (CAIR), organisasi hak-hak sipil Muslim AS, juga mengatakan serangan Kota Gaza memerlukan tanggapan serius dari pemerintahan Biden.

“Jika Presiden Biden peduli dengan kehidupan manusia, dia akan menanggapi tindakan terorisme negara ini dengan segera menghentikan aliran senjata ke pemerintah Israel dan memaksa Netanyahu untuk menyetujui kesepakatan gencatan senjata yang terus disabotase olehnya,” tulis CAIR di X.

"Tidak ada lagi seruan bagi Israel untuk menyelidiki dirinya sendiri. Tidak ada lagi pengiriman bom. Genosida yang diprakarsai AS ini harus segera diakhiri," jelas CAIR.

Mantan penasihat pemerintah Israel, Daniel Levy juga mengatakan kepada Al Jazeera pada Sabtu (10/8/2024) bahwa paket keuangan militer AS senilai $3,5 miliar untuk Israel menunjukkan ketidakjujuran dan duplikasi pemerintahan AS.

Levy mengatakan Washington menunjukkan “kelemahan yang memalukan” ketika menyatakan bahwa Biden “sangat marah” dalam panggilan telepon baru-baru ini dengan Netanyahu, tetapi kemudian menyerahkan dana tambahan sebesar $3,5 miliar kepada perdana menteri Israel untuk membeli senjata.

“Kita harus melihat bahwa ini bukan sekadar kelemahan. Ini juga keselarasan ideologis. Pemerintah AS adalah penjamin poros ekstremisme Zionis,” kata Levy.

“Mereka mungkin tidak menyukai beberapa detailnya, tetapi inilah yang mereka dukung," tutupnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement