Selasa 06 Aug 2024 06:22 WIB

Iran Pesan Sistem Pertahanan Udara Canggih dari Rusia, Siap Serang Israel?

Iran berjanji membalas kematian Ismail Haniyeh

Ilustrasi alutsista Rusia. Iran berjanji membalas kematian Ismail Haniyeh
Foto: AP/Alexander Zemlianichenko
Ilustrasi alutsista Rusia. Iran berjanji membalas kematian Ismail Haniyeh

REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Teheran dilaporkan telah memesan sistem pertahanan udara canggih dari Rusia sebagai persiapan untuk menghadapi kemungkinan perang dengan Israel, menurut para pejabat Iran yang dikutip oleh New York Times.

Para pejabat tersebut mengatakan bahwa Rusia telah mulai mengirimkan radar canggih dan peralatan pertahanan udara ke Iran.

Baca Juga

Sebelumnya pada Senin (5/8/2024), Sekretaris Jenderal Dewan Keamanan Rusia Sergei Shoigu tiba di Teheran untuk melakukan pembicaraan dengan para pejabat senior Iran.

Kunjungan ini dilakukan setelah pembunuhan Ismail Haniyeh, kepala biro politik Gerakan Perlawanan Islam (Hamas), beberapa hari yang lalu di ibukota Iran, Teheran.

Israel, yang belum secara resmi mengaku bertanggung jawab atas pembunuhan Haniyeh, telah meningkatkan status siaga pasukan dan fasilitas-fasilitas vitalnya ke level tertinggi untuk mengantisipasi respon dari Iran.

Ekspektasi telah meningkat bahwa Iran akan melancarkan serangan balasan terhadap Israel dalam beberapa jam mendatang sebagai tanggapan atas pembunuhan Haniyeh.

Penasihat Panglima Tertinggi Garda Revolusi Iran, Hojjatoleslam Taeb, pada Ahad (4/8/2024) mengatakan balasan terhadap pembunuhan Ismail Haniyeh, Kepala Biro Politik Gerakan Perlawanan Islam (Hamas) oleh Israel, akan menjadi hal yang baru dan mengejutkan .

Operasi yang dirancang untuk membalaskan dendam atas kematian martir Ismail Haniyeh akan menjadi sesuatu yang baru dan mengejutkan, IRNA mengutip pernyataan Taieb.

"Skenario yang dirancang untuk membalaskan dendam darah syuhada Haniyeh adalah salah satu skenario yang tidak dapat dibaca," tambahnya, seraya menambahkan bahwa situasi sosial Israel bermasalah, karena mereka tidak tahu apa skenario Iran, tidak ada yang berinvestasi di Israel secara ekonomi, dan para penanam modal meninggalkan wilayah itu.

Pada Juli, surat kabar Israel Maariv mengungkapkan bahwa 46 ribu perusahaan Israel telah menutup pintu mereka sejak pecahnya perang di Gaza pada tanggal 7 Oktober, dengan ekspektasi bahwa jumlah tersebut akan meningkat menjadi 60 ribu pada akhir tahun ini.

"Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu ingin mengubah kekalahannya melawan Hamas menjadi perang regional," kata penasihat Garda Revolusi, menekankan bahwa era hegemoni Amerika Serikat telah berakhir, dan bahwa kebijakan-kebijakannya tidak akan menjadi penghalang.

Meskipun tidak ada komentar...

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement