Kamis 06 Nov 2025 16:40 WIB

Harapan Baru Gaza yang Masih Jauh Panggang dari Api

Israel terus lakukan serangan intensif di Jalur Gaza.

Warga Palestina menunggu untuk mendapatkan bantuan makanan di dapur umum di Khan Younis, Jalur Gaza selatan, Jumat (31/10/2025). Krisis kemanusiaan masih terjadi di Jalur Gaza. Pembatasan ketat yang diberlakukan Israel terhadap masuknya bantuan memperparah penderitaan warga yang masih hidup di tengah reruntuhan. UNRWA menyatakan, sejak perjanjian gencatan senjata diberlakukan, hanya kurang dari separuh bantuan yang disepakati berhasil masuk ke Gaza. Data Kantor Media Pemerintah Gaza mencatat, baru sekitar 1.500 truk bantuan yang berhasil masuk ke Gaza sejak perjanjian gencatan senjata dan pertukaran tahanan yang mulai berlaku pada 10 Oktober 2025 lalu.
Foto: AP Photo/Abdel Kareem Hana
Warga Palestina menunggu untuk mendapatkan bantuan makanan di dapur umum di Khan Younis, Jalur Gaza selatan, Jumat (31/10/2025). Krisis kemanusiaan masih terjadi di Jalur Gaza. Pembatasan ketat yang diberlakukan Israel terhadap masuknya bantuan memperparah penderitaan warga yang masih hidup di tengah reruntuhan. UNRWA menyatakan, sejak perjanjian gencatan senjata diberlakukan, hanya kurang dari separuh bantuan yang disepakati berhasil masuk ke Gaza. Data Kantor Media Pemerintah Gaza mencatat, baru sekitar 1.500 truk bantuan yang berhasil masuk ke Gaza sejak perjanjian gencatan senjata dan pertukaran tahanan yang mulai berlaku pada 10 Oktober 2025 lalu.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Pascaperjanjian damai Timur Tengah yang diteken oleh AS, Mesir, Qatar dan Turki, mengutip dari Human Initiative dilaporkan bahwa sudah 68.234 penduduk Gaza wafat, 151 di antaranya wafat setelah gencatan senjata 10 Oktober akibat Israel yang masih melakukan serangan ke Gaza.

Pihak Israel mengklaim serangan tersebut disebabkan pelanggaran kesepatan oleh Hamas dengan menyerang 2 orang tentara Israel.

Baca Juga

Akibatnya, Benjamin Netanyahu dengan bangga menjatuhkan 153 ton bom di Gaza. Selain itu, pintu masuk bantuan kemanusiaan di Gaza dikabarkan ditutup kembali.

Tentunya kejadian ini membangunkan kembali sebagian dari kita yang mempunyai mimpi indah tentang perdamaian dunia, terutama antara Israel dengan Palestina.

Faktanya, gencatan senjata sangat rentan dilanggar yang tentu berakibat langsung kepada warga Gaza, yang selama dua tahun belakangan hidup dalam kehancuran.

Bagi Indonesia, komitmen menjaga perdamaian Israel-Palestina menghadapi tantangan nyata, bagaimana untuk menjaga proses perdamaian tersebut, apakah cukup sekedar menjanjikan 20 ribu tentara dikirim ke Gaza?

Tantangan dan hambatan

Indonesia pada dasarnya telah turut aktif dalam forum-forum internasional dan KTT tentang pentingnya perdamaian dunia, sebagaimana tujuan negara yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945: “Melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”.

Hingga saat ini, terdapat 158 negara anggota PBB yang telah mengakui Palestina, termasuk negara-negara Barat seperti Kanada, Australia, Inggris, Portugal, Prancis, Malta, Belgia, Luksemburg, Andorra, Monako, serta Vatikan sebagai pengamat non-anggota.

Artinya, kemerdekaan Palestina sejatinya semakin banyak mendapat dukungan dunia.

Komitmen Indonesia yang ingin mengirim pasukan ke Gaza bisa dilihat sebagai upaya untuk melaksanakan sebagian amanat tersebut, yakni menjaga perdamaian, seperti halnya TNI yang tergabung dalam pasukan perdamaian di bawah PBB.

Sementara itu, dampak perang pasti menyisakan berbagai masalah bagi warganya, terutama masalah kesejahteraan sosial. Gambaran Gaza yang porak poranda dan akses bantuan yang minim selama perang berlangsung mengakibatkan penderitaan, di mana tangisan dan teriakan warga Gaza terutama anak-anak dan wanita jelas menggambarkan kondisi yang ada.

 
 
 
Lihat postingan ini di Instagram
 
 
 

Sebuah kiriman dibagikan oleh Republika Online (@republikaonline)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement