Rabu 31 Jul 2024 09:41 WIB

Kisah Tegaknya Keadilan dalam Islam

Nabi SAW menegaskan, bila putrinya terbukti mencuri, beliau tak akan tebang pilih.

Kisah Tegaknya Keadilan dalam Islam (ilustrasi)
Foto: pxhere
Kisah Tegaknya Keadilan dalam Islam (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peristiwa ini terjadi beberapa waktu setelah pembebasan Kota Makkah (Fathu Makkah) oleh kaum Muslimin yang dipimpin Rasulullah Muhammad SAW. Suatu ketika, seorang perempuan dari Bani Makzhum tertangkap basah sedang mencuri. Mengetahui kejadian itu, para tokoh kabilah tersebut kemudian saling bersepakat akan membela si pencuri itu. Mereka merasa, kehormatan suku sedang dipertaruhkan. Bani Makzhum sendiri termasuk dalam tiga kabilah yang paling kaya dan disegani di seluruh Makkah.

Mereka lantas mendatangi seorang sahabat Nabi SAW, Usamah bin Zaid. Mereka ingin agar diperantarai untuk bertemu dengan Rasulullah SAW. Dalam benak mereka, Nabi SAW memiliki otoritas untuk meringankan hukuman atas perempuan Bani Makzhum tersebut.

Baca Juga

Usamah pun menyanggupinya. Maka, menghadaplah ia kepada Nabi SAW. Sesudah mendengarkan penuturan sahabatnya itu, Rasulullah SAW naik ke atas mimbar untuk berpidato.

Usai mengucapkan puja dan puji ke hadirat Allah SWT, Nabi Muhammad SAW menyampaikan pesannya kepada khalayak.

“Sesungguhnya kebinasaan orang sebelum kalian adalah akibat mereka tidak mau menindak tegas kalangan terhormat di antara mereka yang mencuri, tetapi langsung menghukum orang lemah yang mencuri."

Beliau meneruskan, "Demi Zat yang jiwa Muhammad berada di dalam genggaman-Nya, seandainya Fathimah binti Muhammad mencuri, pasti akan kupotong tangannya!”

Maka, mengertilah Usamah bin Zaid dan para tokoh Bani Makzhum tersebut. Tidak ada keringanan hukuman hanya karena pelaku pencurian berasal dari kalangan tersohor. Setelah itu, perempuan pencuri tadi dihukum sebagaimana mestinya.

Kisah yang diriwayatkan Imam Bukhari tersebut jelas-jelas menekankan aspek keadilan Islam dalam penegakan hukum. Tidak boleh hukum bagaikan pedang: tajam ke bawah, tetapi tumpul ke atas.

Kisah di atas juga berisi tentang larangan membantu meloloskan seorang penguasa dari ketetapan hukuman yang pantas dan memang sah untuknya. Pelaku kejahatan, sekalipun dia adalah orang yang terhormat, tidak berarti kebal hukum. Sebab, semua orang, baik itu terhormat maupun tidak, sama kedudukannya di depan hukum.

Dengan demikian, Islam tegas melarang tebang pilih dalam menetapkan hukum. Kaum Muslimin, khususnya dari kalangan penguasa, harus condong pada prinsip-prinsip keadilan, bukan oligarki yang justru hanya berakibat fatal bagi harmoni sosial.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement