Rabu 24 Jul 2024 08:41 WIB

Kompak Bersih-Bersih dari Kemitraan Leimena yang Terkait NGO Pro Israel

Sejumlah lembaga pernah bermitra dengan Leimena

Rep: Muhyiddin, Fuji E Permana / Red: Nashih Nashrullah
Mitra Leimena. Sejumlah lembaga pernah bermitra dengan Leimena
Foto:

Dikutip dari laman resminya, Institut Leimena adalah lembaga non profit yang berdiri pada 2005, Institut Leimena dibentuk sebagai respons atas perkembangan situasi bangsa dan negara, serta harapan para pimpinan lembaga gereja aras nasional.

BACA JUGA: Adidas Coret Bella Hadid dari Iklan Sepatu Usai Dikritik Israel, Netizen Serukan Boikot

Partisipasi warga gereja dalam membangun bangsa dan negara sebetulnya telah mendapat perhatian umat Kristiani sejak lama. Oleh karena itu, Sidang Raya X DGI/PGI 1984 di Ambon memutuskan agar PGI (Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia) membentuk lembaga kajian yang dinamai Akademi Leimena dengan Letjen TB  Simatupang sebagai ketua yang pertama.

Pada 2004, atas masukan dan harapan dari para pimpinan lembaga gereja aras nasional, beberapa pengurus Akademi Leimena sepakat untuk mendirikan Institut Leimena sebagai lembaga kajian independen yang mencerminkan perkembangan keberagaman gereja dewasa ini.

Para pendiri, sekaligus anggota Board of Trustees yang pertama adalah Jakob Tobing, Mangara Tambunan, Matius Ho, Radja Kami Sembiring Meliala, dan Viveka Nanda Leimena.

Di antara program unggulan Leimena Institute adalah Literasi Keagamaan Lintas Budaya (LKLB) yang dalam bahasa Inggris, sebagaimana dijelaskan Ari Gordon, Direktur Muslim Yahudi The America Jewish Committee (AJC), sebuah NGO yang pro terhadap Zionis Israel Gordon adalah dengan istilah Cross Cultural Religious Literacy (CCRL).

Yaitu sebuah pendekatan berpikir, bersikap, dan bertindak untuk dapat bekerja sama dengan orang yang berbeda agama dan kepercayaan (kompetensi kolaboratif), berlandaskan pada pemahaman akan kerangka moral, spiritual, dan pengetahuan diri pribadi (kompetensi pribadi) dan orang lain yang berbeda agama dan kepercayaan (kompetensi komparatif).

LKLB didasarkan pada keyakinan bahwa kesadaran dan kebaikan bersama bagi umat manusia akan tercapai bukan ketika keragaman agama dan kepercayaan ditolak atau bahkan dilebur menjadi keseragaman, tetapi justru ketika keragaman tersebut diteguhkan dan dikelola bersama oleh para penganutnya yang berbeda melalui proses evaluasi, komunikasi, dan negosiasi untuk menanggapi berbagai peluang dan tantangan yang dihadapi, baik dalam konteks lokal maupun global.

photo
Leimena - (Dok Istimewa)

LKLB menyediakan suatu kerangka untuk bekerja sama dengan pihak lain dalam membahas dan menyelesaikan tantangan global bersama, tanpa mengorbankan substansi keyakinan sendiri.

Program ini telah menghasilkan alumni. Merujuk pada data yang dirilis pada 5 Juli 2024, LKLB telah meluluskan 8.352 peserta dan alumni, 56 program internasional bersertifikat tentang pengenalan LKLB, 28 online upgrading course, 17 webinar internasional, dan 15 hybrid upgrading workshop.

Lembaga ini juga telah bermitra dengan banyak organisasi di Indonesia. Menurut laman resminya, di antara organisasi yang bekerja sama adalah:

1. Masjid Istiqlal

2. Lembaga Pengembangan Pesantren PP Muhammadiyah (LP2PPM)

3. Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah

4. Maarif Institute

5. Alkhairaat Palu Sulawesi Tengah

6. Universitas Alkhairaat Palu Sulteng

7. Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

8. Yayasan Wakaf UMI Universitas Muslim Indonesia

9. RBC Institute A Malik Fadjar

10. The Sanneh Institute

11, Templeton Religion

12. Bridge Projects.

Sementara itu...

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement