REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejarah Islam mencatat, ada banyak sekali perempuan yang menjadi penerang jalan perkembangan ilmu pengetahuan. Pada zaman Nabi Muhammad SAW, misalnya, istri-istri beliau merupakan madrasah ilmu yang luar biasa. Para ummahatul mu`minin berperan amat besar dalam transmisi keilmuan, utamanya ilmu hadis dan fikih.
Di antara mereka adalah ‘Aisyah binti Abu Bakar RA. Setelah Rasulullah SAW wafat, salah satu ummul mu`minin itu dikenal sebagai seorang alim dan guru besar terkemuka.
Peranan ‘Aisyah dalam sejarah transmisi keilmuan Islam sangat signifikan. Itu tampak dari perkataan Imam al-Hakim dalam kitab Al-Mustadrak, “Seperempat hukum-hukum syariat Islam diriwayatkan dari Aisyah RA.”
Sementara, menurut Imam adz-Dzahabi, ada lebih dari 100 orang meriwayatkan hadis dari ‘Aisyah. Total hadis yang diriwayatkan ‘Aisyah ialah 2.210 hadis.
Alhasil, peranan ‘Aisyah bagaikan suatu “madrasah besar”, khususnya sepanjang dekade-dekade awal pascawafatnya Nabi SAW. Beragam ulama mengakui ihwal tersebut.
Dalam kitab At-Thabaqat al-Kubra karya Ibnu Saad, Masruq ibn al-Ajda' memberikan kesaksian, “Aku melihat para ulama senior dari kalangan sahabat Nabi SAW bertanya ihwal hukum faraidh kepada ‘Aisyah.”
Kehebatan istri Rasulullah SAW itu bahkan disandingkan dengan empat sahabat utama. Al-Ahnaf bin Qais, seperti dikutip dalam Tarikh Dimasyq karya Ibnu Asakir, berkata, “Saya pernah mendengar orasi Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali, serta banyak tokoh lain. Akan tetapi, tak ada kalimat yang lebih kaya dan lebih baik melebihi ungkapan-ungkapan dari ‘Aisyah.”
Imam az-Zuhri dalam Siyar A'lam an-Nubala' menyatakan, “Seandainya dikumpulkan ilmu dari seluruh perempuan Muslim, lalu itu dibandingkan dengan ilmu ‘Aisyah. Maka, ilmu ‘Aisyah akan tetap lebih utama.”
Kepandaian ‘Aisyah tidak hanya dalam bidang hadis, melainkan juga fikih, ilmu pengobatan, dan sastra. Ia tak sekadar mengajarkan sunah Rasulullah SAW, tetapi juga mengoreksi beberapa pernyataan para sahabat.
Sebab, ada keterangan dari mereka yang kurang sesuai dengan sabda atau tindakan Nabi SAW. Misalnya, kritik ‘Aisyah terhadap Abu Hurairah tentang apakah shalat seseorang batal bila ada orang melintas di depannya.
Beberapa fatwa sahabat Nabi SAW diluruskan ‘Aisyah. Disusun Imam az-Zarkasyi dalam kitab Al-Ijabah li Iradi ma Istadrakathu ‘Aisyah 'an as-Shahabah.