REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Umar bin Khattab merupakan seorang sahabat yang sangat dekat dengan Nabi Muhammad SAW. Di antara anak-anaknya adalah seorang perempuan bernama Hafshah.
Sejarah mencatat putri Umar al-Faruq ini sebagai seorang "ibunda kaum beriman" (ummahatul mu`minin). Sebab, ia adalah salah satu istri Rasulullah SAW.
Sebelumnya, Hafshah binti Umar sudah pernah menikah yakni dengan Khunais bin Hufazah. Lelaki itu juga pernah berhijrah ke Habasyah, sebelum mengikuti Rasulullah SAW ke Madinah beberapa tahun kemudian. Dalam Perang Uhud, suami Hafshah ini gugur sebagai syuhada.
Dalam usia 18 tahun, putri Umar bin Khattab tersebut pun menjadi janda. Keadaan itu membuat sedih ayahandanya. Maka, terlintaslah dalam pikirannya untuk menjodohkan anaknya itu dengan Abu Bakar ash-Shiddiq.
Dalam pandangan Umar, sahabat yang berusia sebaya dengan Rasul SAW itu adalah sosok yang jujur, setia dan matang, terutama untuk kelak membimbing putrinya. Dengan alasan demikian, al-Faruq menemui Abu Bakar dan mengutarakan maksudnya. Akan tetapi, sikap Abu Bakar hanya diam sehingga mengecewakannya.
Beranjaklah Umar ke kediaman Utsman bin Affan. Waktu itu, Utsman masih dalam keadaan berkabung karena ditinggal wafat istrinya, Ruqaiyah binti Rasulullah SAW. Dengan hati-hati, al-Faruq menyampaikan maksudnya kepada Utsman, kalau-kalau ia berkenan mempersunting Hafshah sebagai istrinya.
Mendengar itu, Utsman menanggapi secara serius dan meminta kepada Umar agar memberikan kepadanya beberapa hari untuk menimbang-nimbang. Kala waktu menunggu habis, Utsman menyatakan, dirinya belum berminat menikah lagi dalam waktu dekat karena masih dalam suasana berduka atas wafatnya almarhumah.
Umar menerima alasan itu walaupun hatinya kini kian gundah gulana. Keadaan ini disampaikannya kepada Rasulullah SAW. Beliau hanya tersenyum dan mengatakan, “Tenanglah Umar, percayalah bahwa Hafshah akan menikah dengan seorang yang lebih baik daripada Utsman. Begitu pula dengan Utsman, ia akan menikah dengan wanita yang lebih baik daripada Hafshah.”