REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Perintah penangkapan oleh ICC seperti tak berlaku buat Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant. Menhan Yalant kini telah tiba di Washington, DC atau sebulah setelah kepala jaksa Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) mengajukan surat perintah penangkapannya.
Jaksa ICC Karim Khan menyatakan bahwa Gallant, bersama dengan PM Israel Benjamin Netanyahu, mungkin bertanggung jawab atas kejahatan perang dan kemanusiaan, termasuk penggunaan 'kelaparan' sebagai metode perang.
Tudingan tersebut keluar setelah Gallant menggambarkan warga Palestina sebagai “manusia binatang” ketika ia memerintahkan pengepungan total terhadap Jalur Gaza pada tanggal 9 Oktober.
Di masa lalu, ruang praperadilan ICC memerlukan waktu beberapa bulan untuk memutuskan apakah akan mengeluarkan surat perintah. Jika surat perintah dikeluarkan untuk Gallant, maka dia dapat ditangkap dalam perjalanan ke salah satu dari 124 negara bagian yang menjadi pihak dalam Statuta Roma pengadilan.
Hanya saja meskipun Negara Palestina adalah salah satu negara yang mengakui yurisdiksi ICC sebagai pihak Statuta Roma, Amerika Serikat dan Israel tidak mengakuinya.
Sebaliknya, perwakilan Partai Republik AS, dan beberapa anggota Partai Demokrat, telah menyerukan AS untuk melarang masuk pejabat ICC dan membatasi transaksi properti mereka yang berbasis di AS, sebagai protes terhadap pengadilan yang meminta surat perintah untuk Gallant dan Netanyahu.
Sementara itu, Kuba telah memutuskan untuk bergabung dengan Afrika Selatan di Mahkamah Internasional (ICJ) dalam kasus dugaan genosida oleh Israel di Jalur Gaza, kata Kementerian Luar Negeri Kuba.
"Pemerintah Republik Kuba telah memutuskan untuk berpartisipasi dalam gugatan Republik Afrika Selatan melawan Israel di Mahkamah Internasional," kata kementerian itu dalam sebuah komunike.