Sabtu 22 Jun 2024 07:22 WIB

Beda Pandangan Salam Lintas Agama Antara PBNU, LBM NU DIY, MUI, dan Kemenag

Perbedaan pendapat soal salam lintas agama adalah wajar

Rep: Fuji E Permana / Red: Nashih Nashrullah
Tokoh lintas agama (ilustrasi). Perbedaan pendapat soal salam lintas agama adalah wajar
Foto: ANTARA/Hafidz Mubarak A
Tokoh lintas agama (ilustrasi). Perbedaan pendapat soal salam lintas agama adalah wajar

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Lembaga Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama (LBM NU) DIY, pada Jumat (21/6/2024) mengeluarkan keputusan tentang bolehnya salam lintas agama. Hal itu diputuskan dalam Majelis Bahtsul Masail yang diselenggarakan di PP Ar-Rohmah, Kleben, Sleman, Yogyakarta.

Berbeda dengan MUI yang memutuskan keharamannya pada kegiatan Ijtima Ulama se-Indonesia VIII pada tanggal 30 Mei 2024 di Bangka Belitung, LBM PWNU DIY justru menganggap salam berbagai agama dibolehkan dan tidak bertentangan dengan ajaran agama.

Baca Juga

Ketua LBM PWNU DIY, KH Anis Mashduqi, mengatakan pihaknya memutuskan bahwa salam berbagai agama yang diucapkan dalam forum-forum resmi oleh para pejabat negara dalam rangka menghargai eksistensi agama lain hukumnya dibolehkan.

Lebih lagi praktik ini dalam rangka menjaga hubungan baik dan menunjukkan Islam sebagai agama yang terbuka dan toleran (al-muasyarah al-jamilah fid dunya bi hasbi al-dzahir).

Salam antaragama bagian dari keramah-tamahan (mujamalah), bukan suatu bentuk tasyabbuh apalagi meyakini kebenaran konsepsi ketuhanan agama lain.

"Dalam kitah Bariqoh Mahmudiyyah disebutkan bahwa memuliakan apa yang dimuliakan agama lain (ta'dzim al-mu'addzam) adalah kebaikan, selama terdapat kemaslahatan.

“Hal itu untuk menunjukkan keramahan dan kesopanan agama ini (ima'an li thariq al-rifqi wa al-mudarah). Karena itu juga mengapa kita dibolehkan kita mengucapkan salam kepada pemeluk agama lain," kata dia dalam keterangannya, Sabtu (22/6/2024).

Majelis ini juga menanggap bawah ucapan salam merupakan bagian dari bab muamalah, yaitu bagaimana kita mengatur dan menyikapi hubungan antarmanusia.Ia tidak termasuk dalam bab ibadah sebagai mana shalat, puasa, zakat, haji dan lainnya.

"Meski termasuk bab muamalah bukan berarti salam tidak memiliki nilai ibadah. Selama dilakukan dengan benar, sesuai dengan hukum syariah, tentu ia juga bernilai ibadah," kata Kiai Anis.

Hukum salam lintas agama ini mengemuka sebagai hasil keputusan hasil Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia VIII di Bangka Belitung, 28-31 Mei 2024. Ijtima menyimpulkan:

Pertama, penggabungan ajaran berbagai agama termasuk pengucapan salam dengan menyertakan salam berbagai agama dengan alasan toleransi dan moderasi beragama bukanlah makna toleransi yang dibenarkan dan merupakan penodaan dan penistaan agama.

Kedua, dalam Islam, pengucapan salam merupakan doa yang bersifat ubudiyah, karenanya harus mengikuti ketentuan syariat Islam dan tidak boleh dicampur adukkan dengan ucapan salam dari agama lain.

Ketiga, pengucapan salam yang berdimensi doa khusus agama lain oleh umat Islam hukumnya haram.

Keempat, pengucapan salam dengan cara menyertakan salam berbagai agama bukan merupakan implementasi dari toleransi dan moderasi beragama yang dibenarkan.

Kelima, dalam hal audiens terdiri atas umat Islam dan umat beragama lainnya, umat Islam dibolehkan mengucapkan salam dengan Assalamualaikum dan salam nasional lainnya yang tidak mencampuradukkan dengan salam doa agama lain, seperti selamat pagi.

Ketua MUI Bidang Fatwa...

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement