REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Aliansi Kebhinekaan Bali menggelar Aksi Damai Dukung Polda Bali Untuk Tegakan Supremasi Hukum pada Kamis (20/6/2024) di depan Polda Bali. Aksi damai yang diikuti banyak massa dari berbagai agama itu dimaksudkan agar Polda Bali menetapkan mantan anggota DPD RI Arya Wedakarna atau AWK sebagai tersangka.
Ketua Aliansi Kebhinekaan Bali, Kadek Arya Bagiastra dalam pernyataan sikapnya menyampaikan, Aliansi Kebhinekaan Bali yang di dalamnya terdiri dari berbagai elemen masyarakat Bali yang anti rasis, cinta kerukunan, cinta toleransi, cinta perdamaian, kedamaian, cinta saling menghormati, menghargai perbedaan dan menyama braya. Demi tegaknya Pancasila dan UUD 1945, demi NKRI, dan demi Bhineka Tunggal Ika meminta, mendesak dan mendukung Kepolisian Daerah (Polda) Bali untuk segera proses kasus Arya Wedakarna alias AWK dan segera tetapkan sebagai tersangka.
BACA JUGA: Terungkap Dialog Nabi Hud dan Kaum Ad, Minta Diazab, Kota Iram, dan Horor Murka Allah
"Segera tangkap yang bersangkutan jika tidak persuasif terhadap proses penyidikan yang sedang dilakukan," kata Arya Bagiastra dalam siaran pers yang diterima Republika, Kamis (20/6/2024).
Arya Bagiastra mengatakan, selambat-lambatnya dalam tempo tujuh hari sejak aksi Damai Dukung Polda Bali ini diselenggarakan, Aliansi Kebhinekaan Bali memohon agar memberikan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) kepada para pelapor. Dia pun meminta polisi untuk segera limpahkan kasusnya ke pihak kejaksaan untuk dilakukan dakwaan dan penuntutan untuk segera diadili di pengadilan.
Arya Bagiastra menyampaikan bahwa hal tersebut penting dilakukan untuk menepis rumor-rumor yang telah berkembang di masyarakat bahwa pihak Polda Bali dalam menangani kasus tersebut telah mengalami tekanan dan intervensi dari pihak eksternal. Sehingga terkesan memperlambat atau bahkan sengaja mendiamkan penanganan kasus tersebut dengan suatu tujuan tertentu.
"Bahwa tanpa mengabaikan prinsip praduga tak bersalah (presumption of innocence) jika hal tersebut terjadi, maka apa yang menjadi rumor dan dugaan masyarakat luas tersebut akan menjadi kenyataan. Maka kepercayaan kepada institusi kepolisian dalam hal ini yang saat ini mulai pulih akan runtuh kembali, dan jangan salahkan jika kemudian masyarakat pencari keadilan akan mencari rasa keadilan dengan caranya sendiri-sendiri," ujar Arya Bagiastra.
Arya Bagiastra menegaskan, jangan sampai adagium bahwa negara Indonesia negara hukum (rechstaat) yang menjadikan hukum sebagai panglima (supremasi hukum) hanyalah slogan belaka. Karena tumpul dalam penegakannya, karena bersifat tebang pilih, karena tajam ke bawah tumpul ke atas, karena terjadinya diskriminasi hukum dan mengabaikan prinsip persamaan di depan hukum (equality before the law). "Maka jangan salahkan jika kemudian masyarakat pencari keadilan akan mencari rasa keadilan dengan caranya sendiri-sendiri,"kata dia.
Saat diminta klarifikasi oleh Republika, telepon seluler Arya Wedakarna belum aktif. Arya juga tidak menjawab pertanyaan saat telepon selulernya aktif kembali hingga berita ini diturunkan.