REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bali menyayangkan Polda Bali yang tampak sengaja memperlambat proses penegakan hukum terhadap mantan anggota DPD RI Arya Wedakarna atau AWK. MUI Bali yang juga tergabung dalam Aliansi Kebhinekaan Bali menyampaikan ada rumor yang berkembang di masyarakat bahwa Polda Bali mendapat tekanan dan intervensi dalam penegakan hukum terhadap AWK.
Ketua Harian Bidang Hukum MUI Bali, Agus Samijaya mengatakan, seharusnya untuk membantah rumor-rumor itu, Polda Bali harus memberikan bukti nyata kepada masyarakat bahwa proses hukum berjalan sesuai dengan koridor hukum. Menurut dia, AWK tinggal ditetapkan sebagai tersangka, kemudian diproses di pengadilan. Dia meminta polisi untuk membuktikan kalau AWK memang tidak bersalah di pengadilan."Jangan kemudian kepolisian Polda Bali sebagai garda terdepan dalam proses hukum pidana ini kemudian memperlambat prosesnya," ujar Agus.
Agus mengatakan, aksi damai yang digelar Aliansi Kebhinekaan Bali pada Kamis (20/6/2024) itu sebetulnya aksi gabungan 29 ormas, termasuk di dalamnya aliansi Muslim."Ya, intinya kita mendukung dan mendorong Polda Bali untuk segera memproses AWK karena proses ini sudah di tingkat penyidikan sebetulnya, kalau proses penyidikan itu tinggal hanya mencari tersangka," kata Agus kepada Republika, Jumat (21/6/2024)
Agus menerangkan, jika sudah bergerak meningkat statusnya dari penyelidikan ke penyidikan seharusnya bisa diproses. Menurut dia, konstruksi penyelidikan mencari tersangka, dan mencari unsur pidana terpenuhi atau tidak berdasarkan alat bukti serta saksi-saksi. Kemudian ada pencarian petunjuk, keterangan ahli, dan lain sebagainya.
Jika sudah naik ke tingkat penyidikan, ujar dia, konstruksinya hanya tinggal mencari tersangka. Menurut dia, terlapor kasus tersebut hanya Arya Wedakarna. Dia pun mempertanyakan, jika bukan Arya Wedakarna, siapa lagi yang mau dijadikan tersangka.
"Kita dari tanggal 29 April mendapatkan SPDP (Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan), sampai sekarang informasinya belum sama sekali AWK itu dipanggil, kita khawatir ini ada by design, ada skenario besar untuk tetap memberi ruang ke dia sampai pelantikan tanggal 1 Oktober sebagai anggota DPD," ujar Agus.
Ketua Harian Bidang Hukum MUI Bali ini menegaskan, kalau sudah sampai tanggal 1 Oktober AWK dilantik, kemudian AWK jadi anggota DPD lagi, maka akan mempersulit proses penyidikan. Dia mengatakan, berdasarkan aturan, penetapan tersangka anggota DPD harus mendapat izin presiden dan lain sebagainya.
"Inilah yang kita dorong agar Polda Bali sebagai aparatur negara, penegak hukum harus hadir, jadi sebetulnya urusan ini urusan negara, AWK itu bukan pertentangan dengan umat Islam sebetulnya ataupun dengan umat Hindu tetapi (AWK) berhadapan dengan negara," ujarnya.
Ia menegaskan, Aliansi Kebhinekaan Bali mendorong Polda Bali sebagai representasi negara dan mewakili negara hadir disitu untuk membereskan persoalan AWK. Jika dibiarkan berlama-lama, ujar dia, persatuan dan kesatuan bangsa akan tercabik-cabik."Jadi negara harus hadir di sini, negara punya kewajiban menyelesaikan dan memproses hukum dalam konteks negara hukum dan supremasi hukum," jelas Agus.
Sebelumnya, Aliansi Kebhinekaan Bali menggelar Aksi Damai Dukung Polda Bali Untuk Tegakan Supremasi Hukum pada Kamis (20/6/2024) di depan Polda Bali. Aksi damai yang diikuti banyak massa dari berbagai agama itu dimaksudkan agar Polda Bali menetapkan mantan anggota DPD RI Arya Wedakarna atau AWK sebagai tersangka.
Ketua Aliansi Kebhinekaan Bali, Kadek Arya Bagiastra dalam pernyataan sikapnya menyampaikan, penegakan hukum penting dilakukan untuk menepis rumor-rumor yang telah berkembang di masyarakat bahwa pihak Polda Bali dalam menangani kasus AWK telah mengalami tekanan dan intervensi dari pihak eksternal.
"Sehingga (Polda Bali) terkesan memperlambat atau bahkan sengaja mendiamkan penanganan kasus tersebut dengan suatu tujuan tertentu," kata Arya Bagiastra dalam siaran pers yang diterima Republika, Kamis (20/6/2024).
Republika mencoba menghubungi Arya Wedakarna lewat nomor telepon selulernya. Hingga berita ini diturunkan, Arya Wedakarna tak menjawab permintaan wawancara dari Republika.
Selanjutnya...