Kamis 20 Jun 2024 17:46 WIB

Bagaimana Alquran Memandang Anjing dan Apa Hukum Jilatannya? Ini Kata Prof Quraish

Ulama berbeda pendapat tentang hukum jilatan anjing

Ilustrasi anjing. Ulama berbeda pendapat tentang hukum jilatan anjing
Foto:

Ada juga yang berpendapat bahwa kandungannya bukan ta'budy, tetapi ta'aqquly (dapat dijangkau oleh nalar), sehingga baik bejana maupun bukan, selama anjing yang menjilat, maka ia harus dicuci. Ini karena air liur anjing, mereka nilai najis. Dan selama liurnya najis, itu berarti mulutnya pun najis bahkan seluruh badannya.

Mazhab Abu Hanifah juga menilai bahwa jilatan anjing najis, tetapi najisnya dianggap sama dengan najis yang lain, sehingga cara membersihkannya/menyucikan najis anjing sama dengan cara menyucikan najis-najis yang lain. Adapun dengan tujuh kali, menurut mereka, hanya berupa anjuran bukan wajib.

Mazhab Maliki, lain lagi. Menurut satu riwayat, beliau (Imam Malik) berpendapat bahwa jilatan anjing tidak najis. Alasannya, antara lain Firman Allah yang membolehkan memakan binatang hasil buruan anjing (QS al-Maidah: 4).

Dalam hal ini, menurut Imam Malik, sang anjing tentu menggigit mangsanya dan liur anjing pasti menyentuh bekas gigitannya, namun demikian Allah tidak memerintahkan kita untuk membersihkan dan menyucikan secara khusus.

Penudukung Imam Malik juga berpegang kepada beberapa hadits, antara lain yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim yang menyatakan bahwa, ''Anjing-anjing, hilir mudik di masjid pada masa Rasul SAW. Mereka (kaum muslimin) tidak menyiram bekasnya sedikit pun.

Riwayat ini, walaupun dinilai shahih, namun ditolak oleh banyak ulama, guna dijadikan argumentasi. Ini, karena yang dilukiskan itu, terjadi pada awal masa Islam, dan masjid ketika itu, belum lagi berlantai sebersih masa kini dan karena itu pula kaum muslimin tidak dilarang sholat sambil mengenakan alas kaki mereka.

Dapat juga dikatakan bahwa kenajisan anjing yang mengenai masjid itu, tersucikan oleh sengatan panas matahari dan udara, yang oleh sementara ulama dijadikan sebagai salah satu sarana penyucian najis-najis/barang-barang tertentu.

Seorang yang bingung tentang persoalan anjing, hendaknya menghilangkan kebingungannya dengan mempelajari argumentasi atau bertanya kepada ulama yang ia percayai.

Apabila yang dipilihnya aadalah pendapat Imam Malik, maka tidak ada masalah baginya. Tetapi jika yang dipilih adalah paham Syafi'i, maka keliru bahkan berdosa bila ia tidak mengindahkannya hanya karena malas.

Saya pribadi dapat memahami pendapat Imam Malik. Namun, demi kesempurnaan dan amannya, saya menganut paham yang menajiskan anjing dan menganjurkan untuk mencuci bekas jilatannya baik di bejana maupun tidak dengan tujuh kali, salah satu di antaranya dengan tanah, dan enam lainnya dengan siraman air.

*Naskah tanya jawab di Harian Republika tayang 1994

sumber : Harian Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement