Oleh: Agus Sopian
Allah SWT telah mengagungkan Idul Adha sebagai hari yang mulia. Di hari itu, setiap Muslim diperintahkan untuk melakukan berbagai kebaikan, salah satunya berkurban.
Ibadah kurban mengandung nilai historis yang penuh dengan keteladanan. Sebagaimana yang kita ketahui, Allah SWT telah menguji keimanan hamba-Nya yang mulia, yakni Nabi Ibrahim AS dan putranya Nabi Ismail AS. Kedua hamba saleh itu telah membuktikan ketaatan dan keimanan yang begitu besar kepada-Nya.
Rasa cinta yang begitu besar kepada Allah SWT telah meringankan hati Nabi Ibrahim AS melaksanakan perintah-Nya. Pun begitu dengan Nabi Ismail AS. Meski usianya masih muda, ketaatannya kepada perintah Allah amatlah matang.
Kisah besar telah mengajarkan kita bahwa jangan sampai karena kecintaan terhadap keluarga, anak, istri, bahkan harta mengalahkan kecintaan kita terhadap Allah SWT.
Allah SWT menegaskan, "Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikanmu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian, maka mereka itulah orang-orang yang rugi" (QS al-Munaafiqun: 9).
Berkurban termasuk sedekah yang besar pahalanya. Selain sebagai bukti kecintaan kepada Allah SWT, juga merupakan bentuk rasa syukur atas limpahan nikmat-Nya. Jika kita mempunyai kelebihan rezeki, hendaknya jangan ragu-ragu melaksanakan kurban.
Dengan berkurban, kita bisa menumbuhkan solidaritas, kepedulian, dan membahagiakan sesama yang kurang beruntung. Firman-Nya, “.... Maka makanlah sebahagiannya (daging kurban) dan beri makanlah orang yang merasa cukup dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta.” (QS al-Hajj: 36).
Janganlah menunda-nunda kesempatan melakukan kebaikan. Kita tak pernah tahu, apakah usia kita akan cukup hingga kesempatan berkurban datang lagi? Saat seseorang datang kepada Nabi SAW dan bertanya, “Wahai Rasulullah, sedekah apakah yang paling besar pahalanya?”
Beliau menjawab, “Engkau bersedekah dalam keadaan sehat, suka terhadap harta, takut miskin, dan berkeinginan kaya. Dan janganlah kamu menunda. Karena apabila nyawa sudah sampai di tenggorokan, kamu baru berkata, “Untuk fulan sekian dan fulan sekian, padahal harta itu sudah menjadi hak si fulan (ahli warisnya)” (HR Bukhari dan Muslim).
Maka, bersegeralah saat mampu untuk berkurban. Bagi kita yang kurang mampu untuk melaksanakan kurban, jangan bersedih dan teruslah berikhtiar.
Saat orang-orang protes dan mengadu kepada Nabi SAW karena tidak mampu bersedekah dengan harta, Rasulullah SAW menjawab, “Bukankah Tuhan telah menjadikan sesuatu bagimu untuk sedekah? Sesungguhnya, tiap-tiap tasbih, tahmid adalah sedekah. Menyuruh kepada kebaikan, melarang berbuat kemungkaran, dan bersetubuh (dengan istrinya masing-masing) adalah sedekah” (HR Muslim). Wallahu a’lam.