REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Dalam kitab Ihya Ulumuddin karya Imam Al Ghazali bergelar Hujjatul Islam dijelaskan bahwa ada lima manfaat dari pernikahan.
Imam Al Ghazali juga menjelaskan keutamaan bagi orang yang telah menikah dibanding orang yang belum menikah.
Berkaitan dengan manfaat pernikahan, Imam Al Ghazali menjelaskan bahwa di dalam sunnah, pernikahan itu mengandung lima kebaikan.
Kebaikan pertama, mendapatkan anak atau keturunan yang diharapkan saleh dan shalihah.
Kebaikan kedua, menyalurkan nafsu syahwat ke tempat yang dihalalkan oleh Allah SWT. Kebaikan ketiga, menciptakan ketentraman batin dalam hidup dan berumah tangga.
Kebaikan keempat, meningkatkan pengabdian kepada Allah SWT. Kebaikan kelima, mendapatkan pahala atas jerih-payah memenuhi kewajiban mencarikan nafkah bagi keluarga.
Manfaat yang pertama dari pernikahan adalah mendapatkan keturunan atau anak. Inilah yang menjadi pokok dari disunnahkannya melakukan pernikahan.
Maksud dari pernikahan adalah untuk melestarikan keturunan, sehingga bumi Allah SWT tetap makmur dengan keberadaan manusia.
Ada empat tujuan atas keberadaan anak dari hasil pernikahan yang utama. Yaitu mencari kecintaan Allah SWT disebabkan bertambahnya jumlah manusia.
Mencari kecintaan Rasulullah SAW karena bertambahnya jumlah pengikut serta telah mengikuti sunnah beliau.
Mencari keberkahan doa anak yang saleh dan salehah setelah orang tua meninggal dunia. Mendapatkan syafa'at disebabkan kematian anak yang masih balita apabila meninggal sebelum orangtuanya meninggal dunia.
Tujuan yang pertama dari dilangsungkannya pernikahan adalah memiliki keturunan untuk mencari kecintaan atau keridhaan Allah SWT disebabkan bertambahnya jumlah manusia di muka bumi.
Makna tujuan ini sangat halus dan tidak mudah dipahami oleh manusia yang memandangnya dengan sebelah mata (tidak serius memahaminya). Sebab, semua itu merupakan kebenaran alamiah yang disertai oleh adanya bukti-bukti yang nyata.
Contohnya adalah seorang pemilik tanah menyerahkan bibit dan alat-alat pertanian kepada seorang buruh tani, dan disediakannya pula lahan untuk menanam bibit-bibit tersebut.
Namun, buruh tani itu tidak mau melaksanakan pekerjaan yang diminta, dan bahkan menyia-nyiakan bibit serta alat-alat pertanian hingga semuanya menjadi rusak. Dengan demikian, sudah semestinya apabila kemudian buruh tani itu menjadi sasaran kemarahan dari tuannya.
Begitu pula halnya dengan Allah SWT yang telah menciptakan laki-laki dan perempuan. Allah SWT menciptakan benih kehidupan untuk menghasilkan keturunan dari tulang sulbi laki-laki dan rongga di bawah dada perempuan. Rahim adalah ladang subur, sedangkan alat vital laki-laki dan perempuan hanyalah alat-alat bercocok tanam maupun sarananya.
Allah 'Azza wa Jalla juga menciptakan nafsu syahwat laki-laki dan perempuan untuk menghasilkan keturunan dengan menggunakan organ-organ vitalnya, tentunya melalui jalur yang diizinkan-Nya.
Rasulullah SAW juga menunjukkan hal itu secara jelas melalui sabda beliau berikut ini, "Menikahlah! Supaya kalian mempunyai keturunan."
Jadi, siapa saja yang tidak mau menikah, maka ia telah merusak bibit yang tersedia, dan sekaligus menyia-nyiakan alat-alatnya serta melawan kehendak Allah SWT.
Oleh karena itu, membunuh anak atau menggugurkan kandungan (aborsi), dan atau menguburkannya hidup-hidup sangatlah dilarang oleh aturan agama.
Jika kalian bertanya kepada saya, "Apabila Allah SWT menghendaki kekalnya keturunan, lalu mengapa Dia membinasakan manusia dengan menciptakan kematian?"
Ketahuilah, hidup dan mati merupakan dua sisi yang sangat berlawanan, dimana keduanya sama-sama merupakan kehendak Allah SWT. Seperti halnya cinta dan benci, yang merupakan dua kata yang berlawanan satu sama lain, namun keduanya juga merupakan kehendak Allah SWT.
Fuji E Permana