Selasa 16 Apr 2024 23:48 WIB

Israel Minta 30 Negara Vonis Garda Revolusi Islam Teroris, Uni Eropa Malah Berkata Lain

Belum ada alasan menambahkan vonis baru terhadap Garda Revolusi Islam Iran

 Pasukan Garda Revolusi paramiliter Iran.  Belum ada alasan menambahkan vonis baru terhadap Garda Revolusi Islam Iran
Foto: AP/Vahid Salemi
Pasukan Garda Revolusi paramiliter Iran. Belum ada alasan menambahkan vonis baru terhadap Garda Revolusi Islam Iran

REPUBLIKA.CO.ID, PARIS— Uni Eropa saat ini tidak mempunyai alasan untuk menetapkan Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) Iran sebagai organisasi teroris, kata Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Josep Borrell, Selasa (16/4/2024).

Sebelumnya di hari yang sama, Menteri Luar Negeri Israel Israel Katz mengaku telah meminta lebih dari 30 negara agar menjatuhkan sanksi terhadap program rudal Iran dan menyatakan IRGC sebagai organisasi teroris.

Baca Juga

“Kami sudah berulang kali membahas penambahan IGRC ke dalam daftar organisasi teroris, seperti yang dilakukan mantan Presiden AS Donald Trump. Namun, ini mengharuskan otoritas peradilan dari negara anggota (UE) mengakui bahwa organisasi ini telah melakukan aksi teroris. Saat ini tidak demikian,” kata Borrell saat wawancara dengan surat kabar Prancis, Le Monde. Terkait sanksi baru terhadap Teheran, Borrell mengatakan terlebih dulu diperlukan “hal-hal yang dapat dijatuhi sanksi.”

Pada Ahad (14/4/2024), Presiden Komisi Eropa, Ursula von der Leyen, mengatakan blok tersebut akan mempertimbangkan tambahan sanksi terhadap Iran untuk membatasi kemampuan drone dan rudal miliknya pascaserangan terhadap Israel.

Pada Sabtu (13/4/2024) malam IRGC meluncurkan lebih dari 300 drone dan rudal ke Israel dalam serangan langsung pertamanya di wilayah Israel, menurut Pasukan Pertahanan Israel (IDF).

Serangan itu menjadi balasan atas serangan udara Israel terhadap konsulat Iran di ibu kota Suriah pada awal April.

Juru bicara IDF, Daniel Hagari, mengatakan Israel telah mencegat 99 persen target udara yang ditembakkan Iran, termasuk semua drone.

Sementara itu, anggota kabinet perang Israel, Benny Gantz, pada Ahad mengatakan pemerintah akan membangun koalisi internasional untuk melawan Iran.

Dia menyatakan bahwa pembalasan Israel atas serangan udara Iran akan dilakukan sesuai dengan "cara dan waktu yang akan kami tentukan".

 

Sejarah...

Sebelum Revolusi 1979, Shah Muhammad Reza Pahlevi mengandalkan militer untuk memastikan keamanan nasional dan mengamankan kekuasaannya. Tapi setelah revolusi, Ayatollah Ruhollah Khomeini menyadari ia membutuhkan kekuatan militer yang berkomitmen pada gagasan-gagasan revolusi dan kepemimpinannya.

Para ulama Iran waktu itu mengeluarkan konstitusi baru yang membuat Iran memiliki militer biasa yang disebut Artesh untuk mempertahankan perbatasan dan ketertiban di Iran tapi juga memiliki Korps Garda (Sepah-e Pasdaran) untuk melindungi sistem Islam.

Tujuan Garda Revolusi Iran didirikan 40 tahun yang lalu adalah untuk melindungi sistem Islam dan mengimbangi kekuatan angkatan bersenjata reguler Iran. Namun dalam praktiknya wewenang dua angkatan bersenjata itu kerap tumpang tindih. Sebab Garda Revolusi juga membantu menjaga ketertiban masyarakat dan mengembangkan angkatan darat, udara, dan laut mereka sendiri. 

Walaupun personelnya diperkirakan 230 ribu lebih sedikit dibandingkan militer biasa, tapi Garda Revolusi Iran dianggap kekuatan militer yang dominan dan berada di balik banyak operasi militer negara itu.

BBC melaporkan komandan-komandan Garda Revolusi seperti Mayor Jenderal Hossein Salami kerap memberi nasihat pada pemimpin tertinggi. Angkatan Laut Garda Revolusi ditugaskan untuk berpatroli di Selat Hormuz, jalur industri minyak strategis yang menghubungkan Teluk Arab dengan Samudra Hindia.

Kapal-kapal kecil angkatan laut Garda Revolusi mencegat kapal perang AS karena mencoba masuk ke wilayah Iran. Mereka juga menahan atau memutar balik kapal-kapal internasional.

Angkatan Udara Garda Revolusi yang tidak mengoperasikan pesawat tempur bertanggung jawab pada rudal-rudal Iran. AS mengatakan Iran memiliki kekuatan rudal balistik terkuat di Timur Tengah.

Menurut Washington, Iran memiliki lebih dari 10 sistem balistik baik yang sedang berada di gudang atau tengah dikembangkan. AS menuding Iran menimbun ratusan rudal. Pada 2018 lalu kelompok pemberontak Kurdi di Suriah yang didukung Iran melepaskan tembakan rudal ke utara Irak dan Suriah. 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement