Rabu 24 Jan 2024 20:39 WIB

Persis: Kenaikan Pajak untuk Jasa Hiburan Malam Sudah Tepat

Pemerintah mewacanakan pajak hiburan malam.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Muhammad Hafil
Persis: Kenaikan Pajak untuk Jasa Hiburan Malam Sudah Tepat. Foto:   logo persis
Foto: google
Persis: Kenaikan Pajak untuk Jasa Hiburan Malam Sudah Tepat. Foto: logo persis

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Wakil Ketua Umum PP Persatuan Islam (Persis), Prof Dr Atip Latipulhayat menanggapi soal pajak yang dikenakan untuk jasa hiburan. Tarif pajak hiburan yang didominasi jasa hiburan malam atau hiburan dewasa dinaikkan menjadi minimal 40 persen dan maksimal 75 persen.

Menurut Atip, perlu dilihat apakah jasa hiburan tertentu rentan terhadap pelanggaran etika dan moral. Jika pengenaan pajak tersebut ditujukan kepada jasa hiburan yang rentan melanggar etika moral, maka sudah sepatutnya dikenakan tarif yang tinggi.

Baca Juga

"Ada jasa hiburan yang katakanlah rentan terhadap pelanggaran etika moral dan sebagainya. Jadi untuk konteks kenaikan pajak itu, justru untuk mengendalikan jasa hiburan yang melanggar etika moral. Kami pikir itu sesuatu yang patut diapresiasi," kata dia kepada Republika.co.id, Rabu (24/1/2024).

Atip pun menyadari, tentu kenaikan pajak hiburan ini menimbulkan keberatan bagi kalangan pelaku usaha. Namun, dia menekankan, khusus untuk jasa hiburan yang memiliki kerentanan terhadap pelanggaran etika moral, memang diperlukan pengendalian, yang di antaranya dengan kenaikan pajak.

"Dari sisi pelaku usaha, itu pyur bisnis, pasti ada keberatan. Tetapi kami lebih melihat, jasa hiburan, tetapi tidak semuanya, itu ada kerentanan terhadap penyalahgunaan dan pelanggaran etika moral. Maka pengendalian dengan kenaikan pajak ini tepat," ungkapnya.

Untuk itu, Atip menambahkan, perlu ada mekanisme filterisasi mana jasa hiburan yang rentan terhadap pelanggaran etika moral, dan mana yang tidak. Sehingga jasa hiburan yang rentan terhadap pelanggaran etika moral itu tidak mudah dijangkau secara massal oleh berbagai kalangan.

Dia mengatakan, kalau justru dimudahkan, maka dampaknya justru meningkatkan kerusakan moral di tengah masyarakat. Ia kemudian mengambil contoh pajak rokok yang dinaikkan beberapa waktu lalu.

"Misalnya pajak rokok yang dinaikkan, kan ini untuk mengendalikan, untuk mengurangi. Kalau terlalu murah, menjadi mudah dijangkau sehingga merusak kesehatan dan sebagainya. Di beberapa negara, pajak rokok itu tinggi, maka rokok di sana dijadikan sebagai komoditas yang tidak mudah diakses. Ini menjadi betul-betul terkontrol," tuturnya.

Atip juga mengingatkan, agar jangan sampai jasa hiburan yang rentan terhadap pelanggaran etika moral itu bisa diakses secara massal oleh berbagai kalangan. Terlebih jasa hiburan itu sudah menjadi perhatian masyarakat dan ekses yang negatif.

"Maka tentu pengendaliannya kan tidak hanya pajak, tetapi ada jam operasional. Pembatasan jam ini adalah bagian dari pengendalian agar tidak mudah diakses secara massal," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement