Sabtu 20 Jan 2024 15:10 WIB

Apa Itu Metode Hisab Wujudul Hilal yang Digunakan Muhammadiyah?

hisab wujudul hilal adalah kriteria penentuan awal Hijriyah menggunakan dua prinsip.

Rep: Imas Damayanti/ Red: Friska Yolandha
Tim pelaksana penglihatan hilal BMKG mengamati Hilal di Kota Sorong, Papua Barat, Ahad (1/5/2022). Muhammadiyah tetapkan 1 Ramadhan pada 11 Maret 2024.
Foto:

Jawaban yang mungkin dapat ditelaah karena para ahli hingga saat ini belum sepakat dalam menentukan berapa derajat ketinggian bulan di atas ufuk untuk dapat dilihat. Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang kemudian diadopsi Kementerian Agama (Kemenag) misalnya menyebut jika tinggi bulan ketika terbenam matahari di seluruh Indonesia di atas dua derajat, maka besok akan menjadi awal bulan baru.

Hal ini berbeda dengan lembaga fatwa lain yang meski sama-sama menggunakan kriteria imkanur rukyat namun parameter tinggi bulan berbeda satu sama lain. Karenanya, hisab hakiki dengan kriteria wujudul hilal diambil Muhammadiyah karena lebih memberikan kepastian dibandingkan dengan hisab hakiki kriteria imkanur rukyat.

Bagi Muhammadiyah, jika posisi bulan sudah berada di atas ufuk (pada saat terbenam matahari di seluruh Indonesia), seberapa pun tingginya (meskipun hanya 0.1 derajat), maka esoknya adalah hari pertama bulan baru.

Apakah metode hisab wujudul hilal akurat?

Tidak sedikit ulama yang mengatakan proses penghitungan posisi bulan dan matahari menggunakan hisab tidaklah akurat. Karena dianggap spekulatif belaka, ada semacam probabilitas kesalahan yang cukup besar di dalamnya.

Salah satu ulama yang menolak hisab sebagai metode penentuan awal bulan kamariah ini ialah Ibnu Taimiyah. Dalam kitab Majmu’ Fatawa, tokoh reformasi Islam pada abad pertengahan ini dengan tegas mengatakan bahwa puasa tidak bisa dimulai kecuali dengan melakukan rukyat terlebih dahulu.

 

Di masa sekarang, ilmu hisab mencapai tingkat akurasi yang tinggi. Ketinggian bulan, misalnya, dapat diketahui sampai pada ukuran detiknya. Lama rata-rata peredaran Bulan mengelilingi Matahari adalah 29 hari 12 jam 44 menit 2,5 detik. Tidak heran bila Yusuf Qaradhawi dalam kitab Kayfa Nata’amal ma’a al-Sunnah al-Nabawiyyah mengatakan bahwa hisab bersifat qath’i. Justru penggunaan rukyat seringkali tidak akurat karena terhalang oleh cuaca alam, alat optik, dan kemampuan manusia itu sendiri.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement