REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Kelompok hak asasi manusia, Oxfam, mengatakan pembunuhan warga sipil di Gaza berada di skala yang belum pernah terjadi di perang modern. Israel melanjutkan serangan ke permukiman rakyat Palestina itu dalam perang yang sudah berlangsung tiga bulan lebih.
Oxfam mengatakan angka kematian harian warga sipil Palestina dalam perang Israel di Gaza melampaui konflik besar mana pun di abad ke-21. Sementara penyintas masih menghadapi resiko kelaparan, penyakit dan cuaca dingin di tengah pengeboman Israel.
"Rata-rata militer Israel membunuh 250 warga Palestina per hari, yang mana melewati angka kematian harian konflik besar lain dalam beberapa tahun terakhir," kata Oxfam dalam pernyataannya seperti dikutip Aljazirah, Kamis (11/1/2024).
Sebagai perbandingan Oxfam mengungkapkan daftar rata-rata kematian harian sipil di konflik lain pada awal abad ini. 96.5 di Suriah, 51,6 di Sudan, 50,8 di Irak, 43,9 di Ukraina, 23,8 di Afghanistan dan 15,8 di Yaman.
Oxfam mengatakan krisis semakin buruk karena Israel membatasi bantuan yang masuk ke Gaza. Diperkirakan hanya 10 persen dari bantuan makanan dari yang dibutuhkan dapat masuk Gaza setiap minggunya. Lembaga itu mengatakan hal ini menimbulkan resiko kelaparan bagi warga yang selamat dari pengeboman.
Pada Kamis kemarin Human Rights Watch (HRW) merilis World Report 2024 yang mengatakan selama satu tahun terakhir warga sipil Gaza "diincar, diserang, dilecehkan dan dibunuh dalam skala yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah Israel dan Palestina."
Kementerian Luar Negeri Gaza mengatakan setidaknya sudah 23.469 warga Palestina tewas dan 59.604 lainnya terluka dalam serangan Israel sejak 7 Oktober lalu. Dalam 24 jam terakhir pasukan Israel menggelar 10 pembunuhan massal di Jalur Gaza.
Kementerian mengatakan 112 orang tewas dan 194 terluka dalam serangan tersebut. Sekitar 7.000 lainnya masih hilang di bawah reruntuhan dan dianggap sudah meninggal dunia.
"Kejahatan mengerikan yang dilakukan pasukan Israel dan kelompok bersenjata Palestina pada 7 Oktober merupakan warisan menjijikan dari impunitas atas serangan-serangan ilegal dan penjajahan sistematis Israel terhadap rakyat Palestina," kata direktur untuk wilayah Israel dan Palestina HRW Omar Shakir.
"Berapa banyak lagi warga sipil yang harus menderita atau tewas dalam kejahatan perang sebelum negara-negara pemasok senjata menghentikannya dan bertindak untuk mengakhiri kejahatan ini?" katanya.
Laporan-laporan ini dirilis saat Afrika Selatan menyampaikan argumen dalam kasus yang diajukan ke Mahkamah Internasional (ICJ). Afrika Selatan menuduh Israel melakukan genosida di Gaza dan menuntut Israel segera menghentikan operasi militernya di sana.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menolak tuduhan itu sebagai "kemunafikan dan kebohongan." Dalam laporannya HRW mencatat perang Israel di Gaza termasuk "tindakan-tindakan hukuman kolektif merupakan kejahatan perang dan termasuk menggunakan kelaparan sebagai metode perang."
Dengan memotong akses ke layanan vital seperti air dan listrik serta memblokir sebagian besar bantuan kemanusiaan masuk ke pemukiman Palestina itu. Sementara di daerah pendudukan Tepi Barat, HRW mengatakan di delapan bulan pertama 2023, kekerasan pemukim Israel terhadap warga Palestina dan properti mereka mencapai angka tertinggi harian sejak PBB mulai mencatat data itu pada 2006 lalu.
Berdasarkan angka dari Lembaga Pemasyarakatan Israel setidaknya 3.291 warga Palestina ditahan di penahanan administratif tanpa dakwaan atau sidang. “Penindasan Israel terhadap warga Palestina, yang dilakukan sebagai bagian dari kebijakan untuk mempertahankan dominasi warga Yahudi Israel atas warga Palestina, merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan berupa apartheid dan penganiayaan,” kata HRW.